www.mediamuslim.org
Telat menikah, apalagi bila terjadi pada wanita, menimbulkan banyak pertanyaan dan penafsiran. Namun, fenomena ini, belakangan justru cenderung meningkat. Lebih disayangkan lagi, sering alasan penundaan nikah itu tidak prinsipil. Sehingga, banyak orang secara sadar atau tidak telah menjerumuskan diri atau putra-putrinya dalam kesulitan yang dibuatnya sendiri. Tulisan ini memberikan motivasi dan saran bagi kita, agar tidak telat memasuki ibadah yang merupakan separo agama, tetapi dari satu sisi juga menyenangkan.
Dalam tulisan ringkas ini, kami membahas tentang semakin tersebarnya fenomena perawan tua di masyarakat kita; apa faktor-faktor penyebabnya, penjelasannya, dan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Seraya memohon pertolongan dan taufik kepada Allah.
Pernikahan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah Ta'ala dan karunia-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah di dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 21, yang artinya:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Pernikahan merupakan jalan yang benar untuk memperbanyak jenis manusia dan agar jenis manusia ini tetap ada sampai datangnya tiupan sangkakala pertama kali kelak, pada Hari Kiamat. Sebab, dari pernikahan tersebut akan terjadi kelahiran dan keturunan, beberapa keluarga menjadi akrab, dan beberapa suku menjalin hubungan yang dekat.
Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'am surah Al-Hujurat ayat 13, yang artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-Iaki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara karnu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al-Hujurat [49]: 13)
Jika melihat kondisi masyarakat kita maupun beberapa masyarakat lain, kita akan melihat adanya banyak perawan tua atau wanita yang hidup menjanda. Penyebabnya, pertama memang telah ditakdirkan oleh Allah untuk kita, dan kedua karena faktor kita sendiri.
Namun, persoalan ini, tampaknya jauh lebih besar dan lebih luas daripada itu. Orang yang memperhatikan kondisi masyarakat dan perubahan-perubahannya di masa sekarang, akan merasakan banyak hal yang luar biasa dan akan mengetahui berbagai persoalan yang mengkhawatirkan. Masalah-masalah dan kendala-kendala yang kita temui ini berpangkal dari kesalahan persepsi dan guncangan pemikiran di dalam masyarakat.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kondisi ini muncul lantaran kelemahan akidah dan kesalahan penerapan syariat, yaitu kekhawatiran-kekhawatiran terhadap masa depan dan rasa takut yang tidak beralasan.
Faktor lain yang masih terkait dengan rasa takut di sini adalah mental masyarakat yang mengandalkan ijazah dan ketergantungan kepada pekerjaan-pekerjaan tetap, serta kesibukan dalam jenjang akademik, sehingga banyak orang yang ketinggalan kereta pernikahan;
kemudian para orang tua pun ikut-ikutan merasakan kekhawatiran ini. Kerelaan masyarakat menerima sikap yang seperti ini juga menegaskan terjadinya kesalahan dalam persepsi, terbaliknya timbangan pemikiran, dan goyahnya keyakinan kepada Allah, serta lemahnya pandangan yang rasional.
Perhatikanlah Al-Qur'an surah An-Nur ayat 32, yang artinya:
Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka kaya dengan karunia-Nya." (An-Nur[24] : 32)
Perhatikan pula Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 286, yang artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ... " (Al-Baqarah[2]: 286)
Selanjutnya Al-Qur'an surah At-Thalaq ayat 7, yang artinya:
" ... Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (At-Thalaq [65]: 7)
Standard berpikir telah berubah. Masa depan adalah materi, perencanaan adalah materi, syariat hidup dan pernikahan masa depan dibangun di atas landasan materi. Seperti halnya materi, pekerjaan, ijazah, gaji, dan kedudukan pun merupakan komoditas yang laris, sama saja apakah itu bagi pemuda atau keluarganya serta bagi gadis atau keluarganya, kecuali yang dirahmati oleh Rabbi. Informasi-informasi dan perilaku-perilaku yang diserap oleh masyarakat dan pemuda melalui berbagai tulisan, novel, surat kabar, dan radio, secara langsung atau tidak langsung telah memberikan pengaruh nyata terhadap rusaknya pandangan masyarakat mengenai kehidupan.
Informasi-informasi dan pandangan-pandangan yang beragam ini telah membalikkan pemahaman, merusak karakter, serta menjadikan hubungan-hubungan dan ikatan-ikatan antar manusia semata-mata berdasarkan keuntungan-keuntungan pribadi dan materi semata, ketika manusia telah mengalami kemunduran dan menggunakan standard-standard ini sebagai penentu hubungan-hubungan di antara mereka.
Zaman telah rusak, bukti penalaran telah hilang, hukum agama telah diabaikan, dan masyarakat rnerendahkan orang lain lantaran kemiskinannya. Perhatikanlah Al-Qur'an At-Thalaq ayat 7, yang artinya:
" Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya ... " (At-Thalaq [65]: 7)
Hendaknya, seseorang menikah dengan orang-orang yang utama dan shalih, agar ia tidak diuji dengan hubungan perbesanan dan keturunan yang memiliki tuntutan-tuntutan yang melampaui batas yang ma'ruf, sehingga mereka akan membebaninya dengan berbagai kesulitan dalam hidup dan menambah berat urusannya. Kenapa demikian, wahai manusia?
Sesungguhnya, ketampanan akhlak itu lebih kekal daripada ketampanan fisik. Kekayaan hati lebih didahulukan daripada kekayaan harta. Pertimbangan paling utama untuk menilai kebaikan seseorang adalah dengan sifat-sifatnya yang berbudi, bukan dengan perhiasan badan dan banyaknya harta benda.
Sa'id bin Musayab Rohimahullah pernah ditanya mengenai hadits (Sebaik-baik wanita adalah yang paling ringan maharnya): "Bagaimana seorang wanita yang baik, justru maharnya murah??"
Maka, Sa'id berkata: "Hai, kamu! Pikirkanlah apa yang baru kau katakan! Apakah mereka itu sedang menawar binatang yang tidak berpikir? Apakah kamu menganggapnya sebagai barang dagangan yang dibeli oleh suaminya dengan harga lebih mahal daripada yang dibayarkan oleh orang lain?"
Allah Ta'ala berfirman dalam An-Nisa' ayat 1, yang artinya:
" Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya ... " (An-Nisa’ [4] : 1)
Pernikahan adalah dilakukan antara seorang manusia dengan manusia, seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan bukanlah barang dagangan yang harus diganti dengan barang dagangan lagi.
Adapun orang-orang bodoh, maka mereka itu menjadikan kecantikan atau ketampanan, kedudukan, harta, dan status sebagai harga mati, agar "harga pasaran" mereka naik. Menurut Anda, mereka itukah manusia-manusia pilihan, ataukah manusia-manusia yang buruk?
Hubungan wanita dengan seorang pria, adalah hubungan antara satu jiwa dengan satu jiwa yang setara, bukan hubungan antara barang dagangan dengan pedagangnya. Standard kaum pria tidak bisa diukur dengan harta, tetapi mahar itu dinilai dengan perilaku. Seorang pria atau wanita yang cantik dan berkedudukan, tetapi sedikit agama dan akhlaknya, maka banyaknya harta tidak berguna baginya.
Tidakkah Anda tahu bahwa bagi seorang pengecut,
adanya seratus pedang
tidak akan berguna sama sekali
untuk menutupi kelemahan dan kepengecutannya?
Banyaknya harta dan standard-standard materi, tidak bisa menutupi kegagalan, sifat buruk, dan perilaku jahat suami dan isteri, sekalipun harta benda tersebut berupa emas dan perak dalam dalam jumlah besar.
Sesungguhnya, prosentase talak dan perceraian di masa sekarang sangatlah besar.
Dalam wasiat Ibnu Jinni kepada putera-puteranya, disebutkan :
"Anak-anakku, jangan menjadikan kecantikan wanita dan mulianya keturunan searang wanita sebagai alasan untuk meminangnya, sesungguhnya pria yang menikahi wanita terhormat itu akan menjadi pijakan kemuliaannya; kecantikan di waktu muda, akan hilang oleh usia; sedangkan sifat harta benda adalah gampang datang dan gampang pergi; maka tinggal agama saja yang tersisa; oleh sebab itu, carilah wanita-wanita yang beragama, niscaya kamu diberkati" .
Para bijak mengatakan: "Tergesa-gesa itu terpuji dalam lima hal,
sudah mendapat pasangan yang setara, menguburkan mayit, mengunjungi orang sakit, melaksanakan shalat apabila telah datang waktunya, dan menyuguhkan makanan bagi tamu apabila ia mampir".
Tertundanya pernikahan seorang gadis akan menimbulkan banyak pertanyaan dan penafsiran, bahkan dianggap sebagai suatu aib. Meskipun demikian, pada tahun-tahun terakhir ini telah muncul fenomena bertambahnya rata-rata usia pernikahan seorang pria maupun wanita dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penundaan usia pernikahan ini disebabkan oleh semakin diminatinya pendidikan tinggi di universitas-universitas di dunia Islam.
Orang yang memperhatikan kondisi masyarakat secara umum akan menjumpai bahwa seorang pria bisa menikahi seorang wanita dalam usia berapapun. Kesempatannya untuk memilih pasangan yang sesuai akan bertambah, apabila tingkat pendidikan, ekonominya, dan status sosialnya semakin tinggi, apalagi jika ia seorang yang memiliki popularitas dan lingkungan sosial yang populer pula.
Allah Ta’ala berfirman dalam Ar-Rum ayat 21, yang artinya:
" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang ... " (Ar- Rum [30] : 21)
Adapun wanita, justru sebaliknya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin sedikitlah kesempatannya untuk menikah, kecuali bila ia telah menikah sejak sebelum menyelesaikan studinya dan sebelum menerima ijazah.
Tetapi, jika ia tidak juga menikah sampai memperoleh gelar sarjana dari perguruan tinggi atau yang setara dengannya atau lebih tinggi lagi, maka kesempatannya untuk menikah lebih kecil dibandingkan gadis yang tidak mengenyam pendidikan tinggi seperti ini.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah mampu menikah, hendaklah menikah; karena sesungguhnya pernikahan itu lebih menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan; dan barangsiapa yang tidak mampu menikah, hendaklah berpuasa, karena puasa itu menjadi peredam nafsu baginya".
Seruan hadits ini bagi para pemuda bisa dipahami sebagai anjuran untuk menikah secara dini, baik bagi para pemuda maupun bagi para gadis.
Agama Islam menghargai pernikahan dengan penghargaan yang tinggi, dan menganjurkan dilaksanakannya pernikahan, selama ada kemungkinannya untuk itu. Pernikahan merupakan keharusan, karena ia memberikan perlindungan dan penjagaan bagi pemuda muslim, khususnya dalam situasi banyaknya godaan. Selain itu, pernikahan bisa mewujudkan ketenangan dan ketentraman, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya yang mulia (Ar-Rum: 21), yang artinya:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenisrnu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu -rasa kasih dan sayang ... " (Ar-Rum [30]: 21)
Keluarga adalah sel pertama untuk membangun masyarakat yang shalih dan beriman, apabila keluarga ini dibangun di atas pondasi-pondasi yang benar, pendidikan yang baik, dan sikap saling memahami antara suami dan isteri.
Bukhari, Muslim dan lain-lain meriwayatkan, dari Abu Hurairah Rodhiallahu ‘anhu, dari Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda:
"Seorang wanita dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunan-nya karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka carilah wanita-wanita yang beragama, niscaya kamu beruntung”.
Pada asalnya, kata taribat yadaka berarti: "Niscaya tanganmu tertempel debu, karena kemiskinan". Tapi yang dimaksudkan di sini adalah, "jika kamu tidak memilih wanita yang beragama, kamu pasti merugi". Wanita beragama adalah wanita shalihah yang berbudi mulia. Maka, seyogyanya, yang dijadikan tujuan pria yang rneminang adalah mencari wanita yang beragama. Tidak ada kebaikan yang terkandung dalam diri seorang wanita yang berharta atau cantik jelita, tetapi ia tidak beragama.
Wanita cantik jelita yang tidak beragama, adalah wanita yang tertipu. Wanita yang kaya raya tanpa memiliki agama akan menjadi wanita yang melampaui batas. Wanita yang terhormat tanpa memiliki agama, akan menjadi wanita yang sombong.
Adapun wanita yang beragama, maka ia seorang wanita yang patuh kepada suaminya, sekalipun ia seorang wanita yang cantik jelita, kaya raya, berkedudukan dan dari keturunan orang yang terhormat. Sifat-sifat seperti ini tidak hanya berlaku bagi wanita saja, tetapi juga berlaku bagi pria.
Wanita yang dipinang hendaknya tidak tertipu oleh ketampanan wajah seorang pria, kekayaannya, atau keturunan dan kedudukannya yang terhormat, tetapi hendaklah ia mencari pria yang beragama terlebih dahulu. Jika seorang pria memiliki agama dan keshalihan, maka ia telah memiliki persyaratan paling penting untuk menjadi pasangan hidupnya, kemudian sifat-sifat lain setelah terpenuhinya persyaratan agama ini menjadi pertimbangan yang lebih kecil.
Seorang pria beragama akan melindungi dan menjaga isterinya, mempergaulinya secara baik dan patut, dan bersabar terhadap segala kekurangannya -dan ini yang paling penting-. Jika pria shalih ini mencintai isterinya, maka ia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya, ia tidak akan mezhaliminya. Jika si isteri tidak menyukai suaminya ini, maka sang suami tidak akan menahannya karena hendak menyusahkan isterinya, tetapi ia melepaskan isterinya dengan cara baik-baik.
Sesungguhnya, kehidupan berumah tangga itu penuh dengan kesulitan dan tanggung jawab, kondisi-kondisi yang dialaminya mudah sekali untuk berubah. Jika rumah tangga ini dibangun dengan landasan ambisi harta, kemudian harta kekayaan menjadi ludes, apakah yang akan terjadi?
Jika rumah tangga itu dibangun di atas landasan kecantikan atau kedudukan, kemudian terjadi perubahan keadaan, maka apakah pula yang akan terjadi?! Tidak diragukan lagi, pasti terjadi perubahan radikal dalam kehidupan rumah tangga dan menyalalah api konflik; karena rumah tangga tersebut tidak dibangun di atas pondasi yang kokoh, melainkan berdasarkan hawa nafsu individu yang tidak berakar dan berpondasi kuat.
Adapun apabila rumah tangga itu dibangun di atas landasan perhatian terhadap aspek agama, maka sesungguhnya agama adalah keyakinan kokoh yang tertancap kuat di hati seorang muslim (atau seorang yang beragama), di atasnya ia membangun perilaku-perilaku dan ucapan-ucapannya, darinya ia beragama), di atasnya ia membangun perilaku-perilaku dan ucapan-ucapannya, darinya ia bertolak dalam memperlakukan orang lain, Tentu bisa dimengerti, bahwa seorang muslim yang taat dalam beragama -baik ia seorang pria maupun wanita- pasti akan bersyukur kepada Allah dalam keadaan lapang, bersabar ketika menghadapi kesulitan, menyikapi keadaan dengan iman dan kesabaran, serta akan bekerja sama dengan pasangan hidupnya dengan kesetiaan dan pengorbanan,
Berdasarkan keterangan di muka, bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan menyebarnya fenomena perawan tua di masyarakat kita adalah hal-hal berikut:
1. Tingginya mahar dan ketidakmampuan pemuda untuk memikul beban pernikahan
2. Menunda nikah, dikarenakan ingin menuntaskan studi.
3. Penolakan wanita untuk menikah dengan pria yang telah beristeri.
4. Penetapan syarat-syarat yang memberatkan, oleh pihak isteri atau oleh pihak suami.
Adapun cara-cara untuk memecahkan persoalan ini adalah sebagai berikut:
1. Seyogyanya, keluarga wanita mencarikan pria yang cocok, yang bisa membahagiakan puteri mereka dan jangan melihat kepada tingginya mahar, akan tetapi hendaklah mencarikan pria yang beragama dan berakhlak baik; yang bisa memelihara agama puteri mereka serta melindungi dan membahagiakannya.
2. Hendaklah seorang wanita tidak menolak untuk menikah dengan alasan ingin melanjutkan studi, sampai menggerogoti usianya dan sampai pada usia tua, sehingga ia menjadi perawan tua dan tidak mendapatkan pria yang mau menikahinya. Namun, ia bisa membuat kesepakatan dengan suami untuk melanjutkan studinya setelah menikah. InsyaAllah, ini mudah diatur, dan segala puji hanya milik Allah.
3. Janganlah seorang wanita melihat bahwa laki-laki yang datang meminangnya bila sudah beristeri tidak akan cocok untuk dirinya dan tidak akan mampu Untuk membahagiakannya. Banyak sekali wanita yang menolak lamaran seorang pria beristeri, kemudian ia menghabiskan usianya tanpa ada seorang pun yang datang untuk menikahinya. Agama Islam yang hanif (lurus) ini dan sunah Nabi telah membolehkan seorang pria muslim untuk memiliki isteri hingga empat orang, dengan syarat, hendaklah laki-laki tersebut berbuat adil terhadap isteri-isterinya.
Sunday, August 3, 2008
Jangan Telat Menikah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment