Pernah jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Pasti seronok. Rasa bahagia mendakap dada. Hidup berasa sungguh nikmat. Rasanya tak sah kalau tak cerita kepada kawan-kawan yang kita sedang jatuh cinta. Biar mereka juga merasakan apa yang sedang kita rasa. Bila perlu, kita cerita kepada siapa saja tentang orang yang sedang kita cintai meski orang yang kita cintai itu tak tahu bahawa dia sedang kita cintai. Kita begitu percaya diri dan mulai mencari cara untuk mendekatinya.
Sahabat muda muslim, kenapa kita merasa senang dan bahagia kalau jatuh cinta? Menurut Robert Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan keperibadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang merebut kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari “senario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan. (http://e-psikologi.com, pada pembahasan tentang “Cinta”)
Ketika jatuh cinta, kita tiba-tiba merasakan dorongan ingin bertemu dengan orang yang kita cintai. Dorongan itu bahkan sangat kuat menekan kita manakala ada orang yang membicarakan si dia, atau ada orang yang menyebutkan namanya, lebih lucunya ketika membaca tulisan yang kemudian menuliskan sebuah nama yang sama dengan nama orang yang kita cintai. Kita jadi rindu nak bertemu, atau sekadar ingin berkomunikasi dengannya. By the Way, pernah rasa tak?
Tapi anehnya, seringkali kita juga merasa harus jaga imej. Pura-pura jual mahal ketika berkomunikasi atau kebetulan bertemu dengan orang yang kita cintai. Meski rasa ingin mencurahkan perasaan itu begitu kuat menekan. Lucu juga memang. Itu artinya, bahawa jatuh cinta memang unik. Tapi dengan catatan ni, biasanya jika yang jatuh cintanya itu masih malu-malu... Eh, umumnya memang malu-malu kan?
Sahabat muda muslim, ketika jatuh cinta, kita jadi merasa lembut. Baik lisan kita atau saat kita menulis. Kita mulai belajar mengatur pilihan kata saat berbicara. Terutama ketika bicara dengan si dia yang telah membuat kita jatuh hati. Itu kita lakukan biasanya untuk mendapat perhatiannya. Untuk memberikan imej bahawa kita baik di hadapannya. Lastly, kita akan mendapat simpati darinya. Awalnya memang simpati, siapa tahu lama-kelamaan menumbuhkan empati dan akhirnya jatuh hati. Bukan tak mungkin kan?
Karakter cinta
Jatuh cinta membuat kita merasa harus menumpukan perhatian, merasa harus bertanggungjawab, merasa harus hormat di hadapan orang yang kita cintai, dan merasa harus mengetahui segala selok-belok tentang dirinya. Erich From, murid kesayangan Sigmund Freud pernah menyampaikan bahawa dalam cinta itu harus ada empat unsur yang perlu dimiliki, yakni:
Pertama, Care (perhatian). Cinta harus melahirkan perhatian pada yang dicintai. Kalau kita mencintai diri sendiri, maka kita akan memperhatikan kesihatan dan kebersihan diri. Kalau kita mencintai orang lain, maka kita akan memperhatikan kesulitan yang dihadapi orang tersebut dan akan berusaha meringankan bebannya. Termasuk jika kita jatuh cinta dengan mencintai si dia, maka segala bentuk perhatian akan kita tunjukan pada si dia. Kita jadi sering menulis namanya, menyebutkan namanya, mungkin diam-diam mengumpul fotonya. Apalagi dengan berkembangnya teknologi maklumat sekarang ni, kita boleh akses blognya yang mungkin saja banyak foto dirinya. Diam-diam kita menjadi secret admirer-nya. Karena tujuan mulianya adalah mendapat perhatiannya sebagai seorang kekasih.
Kedua, Responsibility (tanggungjawab). Cinta harus melahirkan sikap bertanggungjawab terhadap objek yang dicintai. Orangtua yang mencintai anaknya, akan bertanggungjawab akan kesejahteraan material, spiritual dan masa depan anaknya. Suami yang mencintai isterinya, akan bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kebahagiaan rumahtangganya. Seorang jejaka atau gadis yang saling jatuh cinta, ia akan berusaha untuk memposisikan bahawa mereka bertanggungjawab terhadap hubungannya. Menjaganya dan merawatnya jangan sampai retak. Mereka yang memahami ajaran Islam, maka jatuh cinta itu bukan untuk melakukan perbuatan yang dibenci oleh Sang Pemilik Cinta, iaitu Allah Swt. Ia akan menjaga pandangannya, perasaan, hatinya, dan juga aktivitinya agar tak menyimpang. Tapi, cinta bukan lagi tanggungjawab jika sepasang remaja yang dilanda cinta itu mengekspresikannya dengan cara yang membuat mereka dibenci Allah Swt, seperti bercouple misalnya.
Ketiga, Respect (hormat). Cinta harus melahirkan sikap menerima apa adanya pada yang dicintai, kelebihannya kita syukuri, kekurangannya kita terima dan perbaiki. Tidak bersikap sewenang-wenang dan selalu berikhtiar agar tidak mengecewakannya. Inilah yang disebut respect. Itu sebabnya, seringkali kita mendengar cerita ada orang yang saling jatuh cinta itu walau berbeza etnik, berbeza bahasa, berbeza budaya, bahkan ada yang sampai cinta buta, iaitu berbeza agama. Why? Sebab perasaan cinta akan melahirkan sikap menerima apa adanya. Wah, kalau tak ada filter akidah memang akhirnya akan hancur. But, ini kita bicara secara umum, bahawa cinta akan melahirkan respect kepada si dia yang kita cintai. Betul ke tak?
Keempat, Knowledge (pengetahuan). Cinta harus melahirkan minat untuk memahami selok-belok yang dicintai. Kalau kita mencintai seorang wanita atau lelaki untuk dijadikan isteri atau suami, maka kita harus berusaha memahami keperibadian, latar belakang keluarga, minat, dan ketaatan beragamanya. Tak perlu jatuh cinta pun, Eh, kalau kita bicara secara umum pun, sebenarnya ketika jatuh cinta kita pasti menyelami hati budi si dia. Pastinya ada ciri-ciri yang diinginkan dalam pencarian itu dan ia bergantung kepada keperibadiannya. Ada yang merasa agama tak perlu menjadi pertimbangan, tapi ada pula yang merasa bahawa agama harus menjadi pertimbangan saat jatuh cinta. Kepada siapa kita harus mencintai. Begitu kan? But, intinya secara umum, cinta memang akan melahirkan rasa ingin tahu untuk menyelidiki si dia yang kita cintai, yang telah membuat kita jatuh hati dan jatuh cinta kepadanya. Setuju?
Tetap iffah(Menjaga Kesucian dan Kehormatan diri) selama jatuh cinta
Menurut Hamka, “Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedu-sedan. Tetapi cinta menghidupkan penghargaan, menguatkan hati dalam perjuangan, menempuh onak dan duri kehidupan.”Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, ada persoalan besar yang harus diperhatikan oleh orang yang cerdas, iaitu bahawa puncak kesempurnaan, kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan yang ada dalam hati dan ruhani tergantung pada dua hal.
Pertama, karena kesempurnaan dan keindahan sesuatu yang dicintai, dalam hal ini hanya ada Allah, karenanya hanya Allah yang paling utama dicintai. Kedua, puncak kesempurnaan cinta itu sendiri, artinya darjat cinta itu yang mencapai puncak kesempurnaan dan kesungguhan. (dalam kitab al-Jawabul Kafi Liman Saala’ Anid Dawaaisy-syafi, terjemah. hlm. 255)
Lebih lanjut Ibnu Qayyim menjelaskan, “Semua orang yang berakal sihat menyedari bahawa kenikmatan dan kelazatan yang diperoleh dari sesuatu yang dicintai, bergantung kepada kekuatan dorongan cintanya. Jika dorongan cintanya sangat kuat, kenikmatan yang diperoleh ketika mendapatkan yang dicintainya tersebut lebih sempurna.”Mungkin kita memang sangat haus , pulak tu, waktu siang dengan terik matahari yang menyengat, maka kita akan semakin haus dan semakin ingin mencari air untuk memenuhi rasa haus kita. Kalau dapat air, maka nikmatnya benar-benar terasa. Tanya kenapa?
Sahabatku, kita sering mendengar bahawa jatuh cinta dan akhirnya mencintai orang yang kita cintai adalah sebagai anugerah terindah. Walaupun menurut saya, itu terlalu dramatik. Sebab, urusan cinta ini sangat kompleks, sahabat. Bukan macam matematik yang serba pasti. Tapi yang jelas dan yang paling utama, cinta bagi kita sebagai Muslim, harus sesuai sudut pandang Islam. Bukan yang lain.
Guys, setiap perbuatan yang kita lakukan tu pasti sesuai dengan cara pandang kita terhadap perbuatan tersebut. Lebih luas lagi cara pandang kita tentang kehidupan. Kalau kita memandang hidup tu sekadar tumbuh, berkembang, lalu sampai titik tertentu, mati (dan tidak ada kehidupan akhirat), maka perbuatan kita pun bakal mengikut apa yang kita faham tentang kehidupan tersebut. Kita boleh bebas berbuat apa saja sesuai keinginan kita, karena kita merasa bahawa hidup cuma di dunia, Life is to enjoy. Kehidupan setelah dunia kita anggap tidak ada. Artinya, kita jadi tidak kenal ada istilah pahala dan dosa.
Sebaliknya, bagi kita yang meyakini bahawa kita berasal dari Allah Swt. yang menciptakan kita semua, maka hidup di dunia juga adalah untuk mengabdikan diri kepadaNya, dan setelah kematian kita akan hidup di alam akhirat sesuai dengan amalan yang kita lakukan di dunia. Kalau banyak amal baik yang kita lakukan, insya'Allah balasannya pahala dan di tempatkan di syurga.
Sebaliknya, kalau lebih banyak atau selama hidup kita maksiat dan tak sempat bertaubat, jelas dosa dan kita ditempatkan di akhirat di tempat yang buruk, iaitu neraka. Naudzubillahi min dzalik.
Nah, dengan sudut pandang terhadap kehidupan yang benar, maka ketika melakukan apapun kita akan menyesuaikan dengan cara pandang kita tentang kehidupan yang benar itu. Termasuk ketika kita jatuh cinta. Jangan, mentang-mentang jatuh cinta, kita pun mengekspresikan cinta seenak hawa nafsu kita. Jangan, asal sedap dipandang mata, main hentam kromo. Jangan begitu. Tapi intinya, kita fikir bagaimana seharusnya ia dilakukan menurut aturan Islam. Bukan berfikir bagaimana dilakukan sesuai zaman sekarang. Tolong dicatat ya.
Ini penting dan perlu. Sebab, kalau yang berfikirnya “mengikut zaman ini”, ya kita akan berfikir secara bebas. Misalnya ketika manusia itu dianggap berhak melakukan apa saja dalam kehidupan yang ada sekarang, iaitu Kapitalisme-Sekularisme, maka tentu akan berbuat apa saja sesuka hati (bercouple, dating, zina, dsb). Karena merasa mereka berhak melakukan hal tersebut. Tidak langsung terikat dengan aturan yang benar. Bahaya besar, Bro!
Sementara jika kita fikir “bagaimana seharusnya”, maka ia akan disesuaikan dengan aturan yang benar. Karena menganggap kehidupan yang ada ini harus sesuai aturan yang benar. Dan Islamlah yang benar. Bukan yang lain. Itu sebabnya, ketika jatuh cinta pun kita harus tetap iffah . Ibnu Abbas berkata bahawa orang yang jatuh cinta tidak akan masuk syurga kecuali ia bersabar dan bersikap iffah karena Allah dan menyimpan cintanya karena Allah. Dan, ini tidak akan terjadi kecuali bila ia mampu menahan perasaannya kepada ma’syuq-nya (kepada orang yang dicintainya), mengutamakan cinta kepada Allah, takut kepadaNya, dan ridha denganNya. Orang seperti ini yang paling berhak mendapat darjat yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam al-Quran:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya). (QS an-Naazi’aat [79]: 40-41)
Kita boleh sahaja jatuh cinta. Tapi, tetap harus menjaga kehormatan dan kesucian diri. Yakni dengan cara tetap menjadikan Allah dan RasulNya sebagai pemandu hidup kita. Kita melakukan perbuatan atas dasar petunjuk dari Allah melalui al-Quran dan petunjuk dari Rasulullah saw. berupa as-Sunnah. Inilah pedoman hidup kita. Ok?
No comments:
Post a Comment