Saturday, December 13, 2008

Soal Jawab Seputar Khilafah

(sumber : http://hizbut-tahrir.or.id.../ ; Frequently Asked Question-About Hizb ut-Tahrir)
Apa itu Khilafah?
Khilafah merupakan sistem pemerintahan dalam Islam yang digali dari sumber hukum Islam. Khilafah bertanggungjawab atas penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Khilafah memberlakukan aturan-aturan hukum pidana Islam dalam masalah peradilan, pemerintahan, ekonomi, sistem sosial, pendidikan, dan kebijakan luar negeri. Khilafah bertanggungjawab untuk menyampaikan dan mempropagandakan Islam ke seluruh dunia melalui kebijakan luar negerinya. Khilafah sangat berbeda dari model pemerintahan yang lain seperti demokrasi, teokrasi atau monarki.
Khilafah akan melakukan rekonsiliasi antara seluruh umat Islam dan akan menghapus segala bentuk kesukuan dan kebangsaan. Negara Khilafah bukan negara untuk faksi atau kelompok orang tertentu. Khilafah akan memandang seluruh warganegaranya, baik yang Muslim maupun yang non-Muslim, dengan pandangan yang sama. Khilafah akan menerapkan Islam sesuai dengan dalil-dalil terkuat dari sumber hukum Islam. Khilafah bukanlah negara untuk etnis atau ras tertentu. Setiap orang, apakah dia Arab atau non-Arab, putih atau hitam, memiliki kedudukan yang sama sebagai warganegara. Meskipun Khilafah adalah Negara Islam akan tetapi Khilafah tidak hanya mengurusi kaum Muslim, tetapi juga setiap orang yang menyandang status warganegara Negara Islam, baik dia Muslim ataupun non-Muslim. Saat mengurusi kepentingan warganegara yang non-Muslim, Negara Islam berkewajiban memperlakukan mereka sebagai warganegara dan bukan sebagai ‘etnis minoritas’.
Di mana Khilafah sekarang?
Saat ini Khilafah tidak eksis. Khilafah terakhir di Turki diruntuhkan oleh Mustafa Kemal setelah Perang Dunia I. Pada 24 Juli 1924, saat mengomentari keruntuhan Khilafah, Lord Curzon, menteri luar negeri Inggris saat itu, mengatakan kepada Majelis Rendah, ” … Turki (sebagai pusat Khilafah) telah mati dan tidak akan pernah bangkit kembali karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, Khilafah dan Islam.”
Bagaimana dengan Arab Saudi, Iran, Pakistan dan Sudan?
Untuk bisa disebut sebagai Negara Islam, setiap pasal dalam konstitusi negara, setiap aturan dan perundang-undangan, harus berasal dari hukum Islam. Negara-negara yang Anda sebutkan itu sama sekali tidak memenuhi kriteria itu. Di negara-negara tersebut, hukum Islam hanya sekadar label sebagai sumber legislasi negara tersebut, dengan segala bentuk legislasi sekular dan adat istiadat yang ada, sementara konstitusi lebih condong pada sistem demokrasi, sosialisme, kapitalisme dan semacamnya. Semua itu adalah konsep-konsep yang tidak bersumber dari Islam dan berasal dari filosofi dasar yang sangat berbeda. Karena itu, tidak bisa diklaim bahwa setiap negara Muslim adalah representasi dari Islam dan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.
Siapa yang akan menjadi penguasa dalam sistem Khilafah dan apakah ia akan memiliki akuntabilitas?
Khalifah memimpin negara berdasarkan perintah Allah swt sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Rakyat memilih dan menunjuk Khalifah. Sebagai warganegara Negara Islam, baik pria maupun wanita, Muslim ataupun non-Muslim, Anda bisa mendatangi Khalifah untuk alasan apapun, entah mendorongnya agar takut kepada Allah swt atau meminta hak-hak Anda dipenuhi. Rakyat wajib mengganti Khalifah jika ia menerapkan sistem selain Islam.
Bagaimana Khilafah memperlakukan non-Muslim?
Seorang ulama salaf, Imam Qarafi, mengatakan, “Menjadi tanggung jawab kaum Muslim terhadap orang-orang Zhimmi [warganegara yang non-Muslim] untuk memelihara mereka, memenuhi kebutuhan rakyat miskin, memberi makan orang-orang yang kelaparan, menyediakan pakaian, menyapa mereka dengan baik dan bahkan menoleransi kesalahan mereka meskipun datangnya dari seorang tetangga, dan meskipun kaum Muslim berada pada posisi tangan di atas [sebagai pemberi]. Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam urusan mereka dan melindungi mereka dari siapapun yang berusaha menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta mereka atau siapapun yang melanggar hak-hak mereka.”
Banyak non-Muslim yang pernah hidup dengan kaum Muslim di bawah naungan Islam selama hampir tiga belas abad. Selama periode itu orang-orang non-Muslim memiliki standar hidup yang sama. Mereka menikmati hak-hak, kesejahteraan, kebahagiaan, ketentraman dan keamanan yang sama.
Bagaimana posisi wanita dalam Khilafah?
Dalam sistem Khilafah, wanita memiliki peran aktif untuk membangun negara yang tidak hanya memiliki karakter moral yang unggul, tetapi juga secara ekonomi sejahtera dan maju secara teknologi. Khilafah wajib memberikan pendidikan gratis kepada anak laki-laki dan perempuan pada tingkat dasar dan menengah serta memberikan pendidikan gratis pada level pendidikan tinggi untuk bidang-bidang tertentu seperti sains dan kesehatan. Ini akan membuat wanita bisa menjalani profesi sebagai ahli kesehatan, insinyur, sains, arsitektur, akademisi dan semacamnya. Wanita diperbolehkan untuk berdagang, menginvestasikan harta, memiliki harta sendiri, menjalankan usaha dan menjadi pegawai atau atasan. Wanita bisa, misalnya, menduduki jabatan administratif dalam negara atau ditunjuk menjadi hakim, menyewa properti dan melakukan transaksi sosial lainnya. Selain itu, wanita akan menjalani peran vital sebagai istri dan ibu, menciptakan kehidupan keluarga yang tentram, merawat anak-anak dan keluarga dan membina generasi masa depan. Wanita memiliki peran politik yang aktif dan juga punya suara politik yang kuat dalam mengingatkan penguasa atas setiap bentuk ketidakadilan dan korupsi di masyarakat serta memelihara kepentingan komunitasnya.
Bagaimana interaksi pria dan wanita dalam sistem Khilafah?
Pria dan wanita berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan publik mereka tapi tetap dalam koridor sistem sosial Islam yang mengatur hubungan antara pria dan wanita. Ini menciptakan lingkungan yang memfasilitasi kerja sama lintas jender dan membuat mereka bisa memenuhi hak dan kewajiban publik mereka tanpa mempengaruhi kondisi moral negara. Dengan begitu kehormatan dan kesucian setiap orang akan terlindungi dan aspek seksual dari hubungan pria dan wanita terbatas pada pernikahan. Misalnya, Islam telah menentukan pakaian publik khusus untuk wanita Muslimah serta mewajibkan mereka untuk menyembunyikan kecantikan mereka dari hadapan kaum pria yang bukan mahramnya dan Islam juga melarang pria dan wanita berkhalwat. Islam melarang hubungan yang bebas antara pria dan wanita yang tidak punya hubungan darah, serta segala bentuk perbuatan yang bisa menjurus pada perzinaan. Wanita memiliki kedudukan terhormat dalam sistem Khilafah dan karena itu tidak akan ada tindakan apapun yang diperbolehkan untuk mengkompromikan masalah ini.
Mengapa wanita tidak bisa menjadi penguasa dalam sistem Khilafah?
Konsep ini bersumber dari dalil-dalil Islam yang melarang wanita memegang jabatan kekuasaan. Orang-orang yang gagal mengkaji Islam secara mendalam mengklaim bahwa ini terjadi karena Islam memandang wanita secara fisik tidak mampu memangku jabatan tersebut dan karena itu mereka menganggap Islam mendiskriminasikan wanita. Islam tidak memberikan alasan spesifik tentang hal ini. Islam hanya melarang posisi-posisi tersebut untuk diemban oleh wanita.
Kekuasaan dalam Islam bukanlah posisi yang bergengsi, melainkan jabatan yang mengandung tanggung jawab. Dalam Islam, kedudukan sesorang tidak ditakar dari jabatan atau tanggung jawabnya, tetapi dari bagaimana ia memenuhi segala kewajibannya. Karena itu, seorang penguasa tidak otomatis lebih superior ketimbang seorang ibu. Masing-masing memiliki kewajiban yang harus dipenuhi untuk menjamin kemakmuran masyarakat.
Di dalam Khilafah, wanita boleh memilih penguasa. Secara historis, bahkan wanita turut hadir dalam delegasi pertama yang memberikan bai’at kepada Nabi Muhammad saw, menerimanya sebagai pemimpin pertama Negara Islam. Wanita boleh masuk ke dalam Majelis Ummah yang memberikan nasehat kepada penguasa dalam beragam urusan. Wanita wajib terlibat dalam kehidupan politik masyarakat Islam dan mengingatkan penguasa jika mereka melihat adanya korupsi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh negara. Wanita juga bisa dipilih menjadi pejabat negara untuk posisi-posisi yang non-kekuasaan.
Akankah Khilafah menerima inovasi ilmiah dan teknologi?
Ketika Islam datang untuk pertama kalinya sebagai sistem kehidupan, Nabi Muhammad saw mengirim beberapa orang Muslim dalam misi khusus ke Syam (wilayah yang kini menjadi Suriah, Yordania, dan Palestina). Pada saat itu Syam tidak diperintah oleh sistem Islam dan justru dikuasai oleh negara adikuasa saat itu, Romawi, yang notabene Kristen. Orang-orang Romawi sangat terampil dalam teknologi militer dan telah mengembangkan dua alat pelontar (cikal bakal meriam). Kaum Muslim juga memperoleh teknologi parit dari negara adikuasa kedua saat itu, Persia, melalui Salman al-Farisi dan teknologi itu dimanfaatkan pada saat Perang Khandaq. Ini diperbolehkan dalam Islam karena kaum Muslim tidak mengambil sistem hidup dari Romawi dan Persia. Kaum Muslim tidak mengambil keyakinan, nilai dan sistem kehidupan Romawi dan Persia. Kaum Muslim hanya mengambil teknologi mereka, yang secara faktual tidak berasal dari keyakinan tertentu dan karena itu terbuka bagi seluruh umat manusia untuk menemukannya, dengan seizin Allah swt. Muhammad saw memberikan teladan bahwa mengadopsi teknologi adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam, tapi dengan catatan bahwa teknologi itu hanya boleh dimanfaatkan untuk sesuatu yang diperbolehkan menurut hukum Islam. Maka, pisau bedah boleh digunakan untuk menyembuhkan, tapi tidak untuk melakukan aborsi terhadap bayi yang tak berdosa. Televisi, internet dan DVD bisa dimanfaatkan untuk mempropagandakan kebenaran atau untuk tujuan-tujuan pendidikan, tetapi tidak boleh digunakan untuk mengeksploitasi wanita sebagai objek materi.
Apakah Khilafah sistem monarki?
Sistem monarki bukanlah sistem Islam dan Islam tidak memperbolehkannya, entah raja yang hanya menjadi simbol tapi tak berkuasa, seperti dalam kasus Inggris dan Spanyol, karena Khalifah bukanlah simbol. Khalifah adalah penguasa dan pelaksana hukum-hukum Allah swt yang bertindak untuk kepentingan umat; Demikian pula jika raja menjadi kepala negara dan penguasa sekaligus, seperti dalam kasus Arab Saudi dan Yordania. Ini karena Khalifah tidak mengenal sistem pewarisan kekuasaan seperti yang terjadi dalam sistem monarki. Khalifah dipilih dan diberi bai’at. Islam tidak memperkenankan sistem pewarisan. Khalifah tidak memiliki hak-hak istimewa dibandingkan warganegara yang lain dan Khalifah tidak berkedudukan di atas hukum seperti halnya raja yang kebal hukum. Khalifah tunduk pada hukum Allah swt dan bisa dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukannya.
Apakah Khilafah sistem yang imperialis?
Wilayah-wilayah yang diperintah oleh Islam - meskipun terdiri atas beragam ras dan terhubung ke satu tempat yang menjadi sentralnya - tidak diperintah berdasarkan sistem imperialis, tetapi oleh sistem yang sangat bertentangan dengan sistem imperialis. Sistem imperialis tidak memperlakukan kelompok-kelompok ras secara setara, tetapi memberikan hak istimewa dalam pemerintahan, keuangan dan ekonomi kepada ras tertentu.
Sistem pemerintahan Islam memberikan kesetaraan antara rakyat di seluruh wilayah negara. Setiap non-Muslim yang menjadi warganegara memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warganegara yang Muslim. Mereka memperoleh keadilan yang sama dan mereka juga tunduk pada hukum yang sama. Selain itu, setiap warganegara, tanpa memandang keyakinannya, memiliki hak-hak yang bahkan tidak dimiliki oleh seorang Muslim di luar negeri yang tidak memiliki status warganegara. Dengan konsep kesetaraan seperti ini, sistem Islam sangat berbeda dengan sistem imperial. Sistem Islam tidak membeda-bedakan wilayahnya menjadi wilayah koloni, wilayah eksploitasi, atau wilayah sumber kekayaan yang diperas untuk kepentingan pusat. Khilafah memandang semua wilayah secara adil, tidak peduli betapa jauh jarak wilayah itu, dan tidak jadi soal betapa berbedanya ras di sana. Khilafah menganggap setiap jengkal wilayah sebagai bagian integral dari negara dan warganegara di setiap wilayah itu memiliki hak yang sama dengan warganegara yang ada di wilayah pusat kekuasaan. Khilafah juga menjadikan otoritas kekuasaan, sistem dan perundang-undangannya berlaku sama di seluruh wilayah.

Soal Jawab Seputar Hizbut Tahrir

(sumber : http://hizbut-tahrir.or.id.../ ; Frequently Asked Question-About Hizb ut-Tahrir)
Apa itu Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di bawah pimpinan pendirinya - seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.
Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan terikat pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang kuat. Hizbut Tahrir juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di Barat untuk mengingatkan mereka agar menyambut seruan perjuangan mengembalikan Khilafah dan menyatukan kembali umat Islam secara global. Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra Islam yang positif kepada masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para pemikir, pembuat kebijakan dan akademisi Barat.
Mengapa Hizbut Tahrir menyebut dirinya sebagai “partai politik Islam”?
Berbeda dengan tradisi sekular, dalam Islam tidak ada dikotomi antara agama dan politik. Aktivitas yang Hizbut Tahrir lakukan adalah aktivitas politik, karena dengan aktivitas ini Hizbut Tahrir berupaya memelihara kemaslahatan umat sesuai dengan hukum-hukum dan solusi-solusi Islam; Islam memandang politik sebagai aktivitas memelihara kepentingan masyarakat dengan aturan dan solusi Islam.
Apa metodologi Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir mengadopsi metodologi yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw untuk mendirikan Negara Islam pertama di Madinah. Nabi Muhammad saw membatasi aktivitas penegakan Negara Islam pada ranah intelektual dan politik. Beliau saw mendirikan negara Islam tanpa menempuh jalan kekerasan. Beliau saw berjuang memobilisasi opini publik agar mendukung Islam dan berupaya mempengaruhi kelompok elit intelektual dan politik pada masanya. Meskipun mengalami beragam penyiksaan dan pemboikotan, Nabi Muhammad saw dan golongan Muslim perdana tidak pernah mengambil jalan kekerasan.
Kami mengadopsi perjuangan intelektual dan politik ini karena kami yakin ini merupakan jalan yang benar dan efektif untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Karena itu, Hizbut Tahrir secara proaktif menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam, baik yang bersifat intelektual maupun politik, secara luas di masyarakat-masyarakat Muslim sembari menantang status quo yang ada.
Hizbut Tahrir menyuarakan Islam sebagai jalan hidup yang komprehensif yang mampu menangani seluruh urusan bermasyarakat dan bernegara. Hizbut Tahrir juga mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap peristiwa-peristiwa politik dan menganalisisnya dari perspektif Islam.
Hizbut Tahrir menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui diskusi dengan masyarakat, lingkar studi, ceramah, seminar, pendistribusian leaflet, penerbitan buku dan majalah dan via Internet.
Metodologi Hizbut Tahrir dijelaskan secara rinci dalam buku Manhaj Hizb ut-Tahrir fi at-Taghyir (The Methodology of Hizb ut-Tahrir for Change).
Di mana Hizbut Tahrir beraktivitas?
Hizbut Tahrir beraktivitas di Eropa, Asia Tengah, Timur Tengah, anak benua India, Australasia dan Amerika.
Apakah Hizbut Tahrir menganjurkan kekerasan dan apakah Hizbut Tahrir menjadi kepanjangan tangan para teroris?
Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa perubahan yang dicita-citakan harus dimulai dari pemikiran orang-orang dan kami yakin orang-orang atau masyarakat tidak dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror. Konsekuensinya, Hizbut Tahrir tidak menganjurkan atau terlibat dalam kekerasan. Hizbut Tahrir sangat terikat terhadap hukum Islam dalam seluruh aspek perjuangannya. Hizbut Tahrir adalah entitas intelektual dan politik Islam yang berupaya mengubah pemikiran umat melalui diskusi dan debat intelek. Kami memandang bahwa hukum Islam melarang penggunaan kekerasan atau perjuangan bersenjata melawan rezim penguasa sebagai metoda untuk menegakkan kembali Negara Islam.
Banyak sekali artikel yang dipublikasi di beragam saluran media, termasuk di antaranya Reuters, Itar-Tass, Pravda, AFP, Al-Hayat, Association Press(AP) dan RFERL, yang dengan jelas menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi nonkekerasan yang menolak perjuangan bersenjata atau kekerasan sebagai bagian dari metodologi partai.
Apakah Hizbut Tahrir kelompok ekstrimis?
Kelompok-kelompok ekstrimis mengeksploitasi rasa takut umat dan memberikan argumen-argumen mentah berdasarkan pemikiran yang lemah dan salah. Kami tidak bersembunyi di balik polemik dan slogan - kami yakin kekuatan pemikiran-pemikiran kami terlihat jelas dalam literatur kami. Para anggota kami telah berdiskusi dan berdebat dengan beberapa pemikir terbaik di dunia seperti Noam Chomsky, Daniel Bennett dan Flemming Larsen dari IMF, karena kami yakin satu-satunya cara untuk memajukan manusia ialah dengan terlibat dalam diskusi dan debat global. Kami yakin sekarang ini sudah saatnya menghapuskan label kuno ‘ekstrimis’ dan ‘moderat’ dan kami pun yakin bahwa setiap orang yang memiliki pandangan yang berbeda bisa terlibat dalam dialog yang rasional. Jika Anda ingin salah seorang anggota kami berpartisipasi dalam debat atau diskusi panel yang Anda selenggarakan, silahkan kontak kami.
Apakah Hizbut Tahrir memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok lain?
Hizbut Tahrir tidak ada hubungan dengan gerakan, partai atau organisasi Islam atau non-islam, baik dari segi nama maupun aktivitasnya. Hubungan yang ada hanyalah hubungan saudara se-Islam.
Mengapa Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara?
Hizbut Tahrir berada pada garis terdepan dalam aktivitas politik di Dunia Islam. Hizbut Tahrir telah menantang dan menjadi perhatian para penguasa tiran di Dunia Islam. Rezim-rezim tiran itu merespon aktivitas Hizbut Tahrir dengan cara memenjarakan, menyiksa dan membunuhi para anggota kami. Meskipun tantangan kami terhadap rezim-rezim ini berada pada tataran intelektual dan politik, yakni dengan melakukan debat dan diskusi, rezim-rezim ini mengambil langkah melarang dan membungkam partai, karena mereka tidak punya pemikiran intelektualnya sendiri. Karena rezim-rezim ini tidak menoleransi setiap oposisi, maka partai-partai yang beroposisi lainnya juga dilarang. Meskipun ada pelarangan dan intimidasi terhadap anggota-anggotanya, pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir terus menyebar di masyarakat.
Siapa yang mendanai Hizbut Tahrir?
Organisasi ini didanai sepenuhnya oleh anggota-anggotanya dan kami tidak menerima segala bentuk bantuan dana dari pemerintahan manapun. Karena perjuangan Hizbut Tahrir terfokus pada penyebaran pemikiran, maka biaya operasinya sangat minim, karena pemikiran tidak perlu biaya.
Siapa dan di mana pemimpin Hizbut Tahrir?
Pemimpin global Hizbut Tahrir, Ata Abu Rushta, berada di dunia Islam. Beliau menulis sejumlah buku politik dan hukum Islam dan sebelumnya pernah menjadi juru bicara resmi partai. Selama menjadi juru bicara partai di Yordania beliau pernah ditahan selama beberapa tahun sebagai tahanan politik. Sejak memangku amanah sebagai pemimpin partai beliau pernah berbicara dalam konferensi di Yaman dan Pakistan. Beliau juga rutin berbicara di website resmi Kantor Media Hizbut Tahrir,http://www.hizb-ut-tahrir.info.... Dengan adanya penganiayaan terhadap para anggota kami di Dunia Islam, kami tidak ingin membantu para penguasa tiran dengan menunjukkan keberadaan pemimpin partai.
Dapatkah saya mengikuti pertemuan Hizbut Tahrir?
Semua pertemuan kami dilakukan secara terbuka dan siapapun yang tertarik, tanpa melihat pandangan politik dan intelektual mereka, berhak untuk berperan serta. Setiap peserta kami berikan hak untuk berpartisipasi dalam mendiskusikan isi pertemuan, apapun sikap dan pandangan mereka terhadap Islam atau apapun materi pertemuan tersebut. Untuk mengetahui rincian pertemuan yang terdekat dengan Anda, silahkan hubungi kami.
Bagaimana caranya bergabung dengan Hizbut Tahrir?
Keanggotaan Hizbut Tahrir bersifat terbuka bagi seluruh Muslim, pria maupun wanita, tanpa memandang suku bangsa, ras dan aliran pemikiran, karena partai melihat mereka semua dari sudut pandang Islam. Seseorang dapat menjadi anggota partai setelah melakukan kajian dan perenungan mendalam tentang pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai. Keanggotaan seseorang didasarkan pada kematangan individu dalam menguasai tsaqofah partai dan mengadopsi pemikiran dan pendapat partai.
Apakah wanita terlibat dalam Hizbut Tahrir?
Di Hizbut Tahrir wanita memainkan peran aktif dalam rangka mencapai tujuan partai. Mereka melakukan perjuangan intelektual dan politik termasuk menyeru para penguasa di Dunia Islam untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan. Banyak anggota wanita di Hizbut Tahrir yang dipenjara sebagai tahanan politik oleh sejumlah rezim di Dunia Islam. Sesuai dengan hukum Islam, aktivitas wanita terpisah dari aktivitas pria.
Ahmed Rashid, dalam bukunya yang berjudul Jihad - the rise of militant Islam in Central Asia mengungkapkan bahwa kelak Hizbut Tahrir akan menjadi kelompok militan. Benarkah demikian?
Argumen bahwa kami akan terprovokasi menjadi kelompok militan dengan adanya penindasan atas para anggota kami jelas bertentangan dengan sejarah partai. Sejak didirikan pada 1953, para anggota partai sudah pernah mengalami penyiksaan, penganiayaan dan pembunuhan oleh beragam rezim di Dunia Islam, termasuk di antaranya Yordania, Suriah, Mesir, Turki, Tunisia, Arab Saudi, Libia, Sudan, Irak, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Uzbekistan. Meskipun selama beberapa dekade mengalami provokasi yang intensif dan tindakan represif dari para penguasa di Dunia Islam, partai tetap teguh pada metodologi tanpa kekerasan yang dijalani.
Apa pandangan Anda tentang demokrasi?
Sistem pemerintahan Islam, Khilafah, membolehkan dan mendorong pertanggungjawaban penguasa dan memiliki aturan tersendiri ihwal pemilihan dan konsultasi. Islam tidak menerima kebijakan negara dipengaruhi atau diarahkan oleh elit pengusaha. Islam mewajibkan warga negara Khilafah untuk terlibat dalam aktivitas politik dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Demokrasi dalam negara kapitalis ialah sistem pemerintahan yang berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Ini karena Islam dan Kapitalisme dibangun di atas filosofi dasar yang sangat berbeda. Bila sistem kapitalis menyematkan kedaulatan untuk membuat hukum pada manusia, sistem Islam memandang bahwa kedaulatan hukum ada di tangan Sang Pencipta. Karena alasan inilah, demokrasi tidak sesuai dengan sistem Islam.
Demokrasi adalah sistem yang rusak, yang dikendalikan oleh korporasi-korporasi besar dan tidak peduli pada kepentingan rakyat. Jumlah para pemilih (voter) di Barat selama ini begitu rendah dan orang-orang harus turun ke jalan untuk menyuarakan rasa frustrasi mereka. Meskipun setiap orang punya ‘kebebasan’ untuk mengkritik dan menentang para politisi mereka di Barat, realitas menunjukkan bahwa siapapun politisi yang terpilih, mereka berasal dari elit ekonomi dan mereka memerintah untuk kepentingan para elit ekonomi itu.

ANCAMAN TERHADAP PERJUANGAN MENEGAKKAN KHILAFAH

Pada bulan Disember tahun 2004, National Intelligence Council (NIC), sebuah agensi di bawah rejim Amerika Syarikat (AS) yang bertanggungjawab kepada Presiden AS, telah menulis sebuah laporan yang berjudul “Mapping the Global Future” di mana mereka meramalkan empat senario geopolitik dunia menjelang tahun 2020. Salah satu senario yang dibincangkan adalah munculnya “A New Caliphate” (Khilafah Baru), sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tentangan pada norma-norma dan nilai-nilai global Barat [http://www.dni.gov/nic/NIC_globaltrend2020_s3.html]. Pada 06/10/05, Ketua Teroris Dunia, George W. Bush, ketika berucap di hadapan hadirin sempena National Endowment of Democracy di perpustakaan presiden Ronald Reagan (The Ronald Reagan Presidential Library ) menyatakan, “The militants believe that controlling one country will rally the Muslim masses, enabling them to overthrow all moderate governments in the region, and establish a radical Islamic empire that spans from Spain to Indonesia.” ("'Puak militan percaya bahawa dengan mengawal sebuah Negara, mereka akan dapat menggerakkan kaum Muslimin secara besar-besaran, dan ini membolehkan mereka menumbangkan semua kerajaan yang bersifat moderat di rantau tersebut, seterusnya mendirikan sebuah empayar Islam yang radikal yang akan merangkumi Sepanyol hingga ke Indonesia”). Kenyataan yang hampir sama pernah dikeluarkan oleh Donald Rumsfeld, Dick Cheney dan beberapa pemimpin rejim AS yang lain.


Jika diperhatikan, si Bush la’natullah dan rakan-rakannya ini tidak henti-henti menggambarkan musuhnya (umat Islam) dengan gelaran teroris, militan, radikal, ekstremis dan pelbagai label lagi dan mereka juga kerap mengaitkan gelaran tersebut dengan usaha mewujudkan sebuah Negara Islam. Satu perkara yang Bush nampaknya cukup takut untuk menyebutnya di khalayak ramai adalah ‘caliphate’ (Khilafah), meskipun dia selalu menggunakan istilah ‘Islamic Empire’. Dia sedar bahawa jika dia menyebut perkataan ‘caliphate’, walau dengan konotasi yang negatif sekalipun, hal ini akan menarik perhatian dunia, sehingga setiap orang di dunia ini hatta orang yang tidak pernah mendengar atau jahil sekalipun akan bertanya ‘apakah caliphate (khilafah) itu?’ Namun demikian, oleh kerana kebencian dan ketakutan yang cukup mendalam di dalam hatinya terhadap wujudnya Khilafah Islam, maka apa yang terbuku di hatinya tidak dapat disimpan lagi. Si musuh Allah ini akhirnya mengeluarkan pernyataan,


“The danger has not passed. And it's our job here in Washington, D.C. is to always remember, always remember, the nature of the enemy we face. These people are ideologically driven people. They have a vision as to how government should work. They don't believe in dissent. They don't believe in freedom of religion. They don't believe people should be able to express themselves in the public square. They have a dark vision for humanity. They have a desire to spread their ideology as far and wide as possible to reestablish what they call a caliphate. And they're willing to use murder as the tool to achieve their objective. You cannot reason with these people, you cannot negotiate with these people. The only way to protect America is defeat them overseas so we do not have to face them here at home.” [George W. Bush pada 13/06/07 di majlis makan malam Presiden, Washington Convention Center, Washington D.C. - http://www.whitehouse.gov/news/releases/2007/06/20070613-11.html]


(“Bahaya belum lagi berlalu. Dan adalah menjadi tugas kita di sini di Washington D.C. untuk terus ingat dan ingat ciri-ciri musuh yang kita hadapi. Mereka ini adalah orang-orang yang dipandu oleh ideologi. Mereka mempunyai visi bagai manakah sebuah kerajaan perlu dikendalikan. Mereka tidak percaya kepada perbezaan pendapat. Mereka tidak percaya kepada kebebasan beragama. Mereka tidak percaya bahawa manusia sepatutnya bebas mengeluarkan pendapat di khalayak ramai. Mereka mempunyai visi yang gelap terhadap kemanusiaan. Mereka berhasrat untuk menyebarkan ideologi mereka sejauh dan seluas mungkin untuk mendirikan semula apa yang mereka panggil sebagai Khilafah. Dan mereka sanggup melakukan pembunuhan sebagai alat untuk mencapai objektif mereka. Anda tidak boleh berhujah dengan golongan ini, anda tidak boleh berunding dengan mereka. Satu-satunya cara untuk mempertahankan Amerika adalah dengan mengalahkan mereka di luar negara agar kita tidak perlu menghadapi mereka dalam negeri.”)


Sedarlah Wahai Kaum Muslimin!

Sejak kejatuhan Daulah Khilafah pada 3 Mac 1924 bersamaan 28 Rejab 1342 Hijrah, kaum kafir Barat tidak pernah berhenti dari usaha mereka dalam memastikan Daulah Khilafah tidak akan muncul semula. Lama sebelum itu, mereka telah pun berusaha menghancurkan kekuatan Islam samada dari segi fizikal mahupun pemikiran. Mereka melancarkan pelbagai peperangan, namun apa yang mereka tempuh hanyalah kegagalan demi kegagalan. Mereka melancarkan Perang Salib secara besar-besaran tanpa henti sehingga memakan masa lebih kurang 200 tahun, namun mereka tetap gagal. Kegagalan berterusan yang mereka alami menyebabkan mereka sedar dan seluruh dunia menyedari bahawa Daulah Islam adalah sebuah kekuatan yang mustahil dikalahkan. Namun begitu dendam kesumat dan kebencian yang ada di pihak Barat terhadap Islam tidak pernah pudar. Hasilnya, mereka merancang dan terus merancang bagaimana untuk menghapuskan Daulah Islam dan umat Islam dari muka bumi.

Setelah yakin kekuatan fizikal mereka tidak akan dapat mengalahkan kekuatan Islam, maka Barat mula beralih menggunakan senjata baru, iaitu ‘senjata pemikiran’. Dari kajian yang lama dan mendalam, Barat mula sedar bahawa kekuatan umat Islam terletak pada aqidah mereka dan pegangan mereka yang teguh akan hukum-hakam Islam. Aqidahlah yang menyebabkan umat Islam bersatu dan mereka sanggup mati demi mempertahankannya. Justeru, Barat sedar bahawa untuk melemahkan kekuatan umat Islam, mereka mesti menggoncangkan aqidah umat Islam dan menanam keraguan tentang hukum-hakam Islam. Jika umat Islam sudah tidak yakin dengan aqidah dan hukum-hukum Islam, maka kehancuran Islam akan bermula dan ia akan bermula dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri. Inilah perancangan Barat. Oleh itu, mereka mula melancarkan serangan pemikiran yang bertubi-tubi terhadap Islam dan mereka menggunakan pelbagai propaganda dalam menjayakan makar mereka ini. Barat akhirnya sedar bahawa jika dua golongan yang penting di dalam Islam dapat ditundukkan, maka sudah pasti umat Islam secara keseluruhan akan berada di dalam genggaman mereka. Dua golongan tersebut adalah umara’ (pemerintah) dan ulama’.

Senjata pemikiran inilah yang telah digunakan oleh Barat sehingga jatuhnya Daulah Khilafah pada 28 Rejab 1342H. Mereka mengapi-apikan semangat kebangsaan (assabiyah) dan patriotik (wathaniyah) ke dalam umat Islam, lalu mereka ‘menghadiahkan’ kemerdekaan kepada negeri kaum Muslimin satu demi satu. Memberikan kemerdekaan bermaksud membiarkan umat Islam memerintah negara mereka masing-masing dengan batasan bangsa dan kawasan yang telah ditentukan oleh Barat. Perkara ini dihias indah oleh Barat sehingga umat Islam bermati-matian berjuang untuk mendapatkannya. Para pemimpin dan pejuang kebangsaan ini pula, setelah termakan racun pemikiran yang diberikan oleh Barat, telah memandang perjuangan ini sebagai suatu yang ‘suci’ tanpa menyedari bahawa mereka sebenarnya telah masuk dalam perangkap ‘perang pemikiran’ oleh Barat. Setelah itu, para ulama pula bangkit, lalu membenarkan dan menyokong perjuangan ini dan seterusnya mereka bersekongkol pula dengan golongan pemerintah dalam menjaga ‘kesatuan bangsa (assabiyyah) dan kawasan (wathaniyyah)’ ini. Apabila dua golongan ini berjaya ‘dikontrol’ oleh Barat, maka hampir sempurnalah kejayaan Barat dalam menghancurkan umat Islam dan membawa umat mengamalkan Islam mengikut kehendak Barat.

Hasil dari pengkhianatan para pemimpin kaum Muslimin dan terpesongnya para ulama, maka lahirlah golongan umat Islam yang ikhlas berjuang untuk mengembalikan semula kehidupan Islam samada dalam bentuk per individu, bermasyarakat mahupun bernegara. Mereka bangkit untuk menyedarkan saudara-saudara mereka tentang perancangan jahat Barat ke atas umat Islam, mereka membongkar persekongkolan dan kerjasama keji di antara pemimpin kaum Muslimin dan Barat, mereka berjuang untuk menyedarkan sahabat-sahabat mereka yang lain tentang adanya ulama yang tergelincir (dari kebenaran) dan juga ulama su’ yang ‘bekerja’ atas kepentingan peribadi dan pemerintah. Golongan ini bangkit di seluruh dunia, menyeru dan terus menyeru, siang dan malam tanpa mengenal penat lelah, tanpa menghiraukan risiko yang bakal menimpa, semata-mata untuk memberikan kesedaran kepada saudara-saudara dan sahabat-sahabat mereka. Mereka berjuang untuk menegakkan semula agama Allah di muka bumi ini, dalam bentuk wujudnya sebuah Daulah Islam yang akan menerapkan Islam secara kaffah. Mereka berusaha untuk menggantikan sistem kufur yang mendominasi umat Islam saat ini kepada sistem yang datangnya dari Allah dan Rasul. Mereka mengajak untuk menyatukan semula umat Islam di seluruh dunia sebagaimana umat Islam dulu pernah bersatu di bawah Daulah Khilafah.

Pihak kafir Barat ternyata tidak pernah senang duduk dengan perjuangan untuk mengembalikan semula kehidupan Islam ini. Mereka melakukan apa sahaja, termasuk agen-agen mereka dari kalangan pemerintah kaum Muslimin itu sendiri untuk menghapuskan perjuangan menegakkan kebenaran ini. Mereka sentiasa memastikan agar para pemimpin umat Islam ini bertindak mengikut apa yang mereka kehendaki di dalam ‘memerangi’ para pendakwah ini. Apa yang perlu Barat lakukan ialah dengan ‘membuat satu pertuduhan’ atau propaganda, maka, para pemerintah kaum Musliminlah yang akan melaksanakan ‘arahan’ tersebut. Barat perlu sebut sahaja bahawa ‘di negara A ada teroris’, maka pemimpin negara A-lah yang akan menangkap dan memerangi teroris tersebut, sebelum Barat sendiri perlu berbuat apa-apa. Inilah kejayaan perang pemikiran dan propaganda yang dilancarkan oleh Barat.

Keganasan Barat

Sebelum kita menjawab pertuduhan oleh Presiden AS ini, marilah kita menyorot kembali tiga ideologi dunia yang mencorakkan ‘way of life’ masyarakat dunia. Ideologi kapitalisme muncul di Eropah. Revolusi di Perancis adalah antara mangkin pertumbuhan ideologi ini. Salah seorang dari tokoh revolusi tersebut adalah Maximilian Robespierre, di mana di tangannya sahaja tercatat lebih dari 120 ribu warga Perancis yang dibunuh, termasuk sejumlah cendekiawan dan sasterawan terkenal Perancis, yang menghalang cita-cita revolusinya. Beliau kemudian dijatuhkan hukuman bunuh pada tanggal 27 Julai 1793. Ideologi komunis juga hakikatnya muncul akibat dari sebuah revolusi berdarah yang menjadi titik kepada perkembangan ideologi komunis dalam kehidupan bernegara. Peperangan dan rusuhan berdarah ini akhirnya menaikkan Lenin sebagai pemimpin Negara Komunis setelah kejayaan Revolusi Bolshevik pada tahun 1917 dimana telah berlaku rampasan kuasa dan tentangan bersenjata dalam proses penggulingan kuasa Tsar. Nikolai II dipaksa turun takhta dan seluruh keluarganya dibunuh. Menyusul dari revolusi ini, Rusia menjadi medan perang saudara selama 3 tahun antara pihak Komunis melawan para pendukung Tsar. Setelah kematian Lenin, Stalin menaiki takhta dan sekitar 20 juta nyawa telah terkorban di tangannya.

Hal yang sama juga sebenarnya di lakukan oleh Bush dalam mempertahankan Ideologi Kapitalisnya. Dia menuduh gerakan Islam sebagai pengganas, walhal dialah Ketua Pengganas Dunia. Si kafir inilah yang telah ‘mengganas’ di bumi Iraq, Afghanistan dan lain-lain tempat. Gerakan untuk menegakkan Khilafah dituduhnya sanggup melakukan pembunuhan, walhal sudah ratusan ribu nyawa yang dibunuh oleh si la’natullah ini dalam usahanya mengembalikan ‘keamanan’ dunia. Atas tiket menerapkan demokrasi di Iraq, Bush telah mengorbankan hampir 70,000 nyawa, sebahagian besarnya adalah orang awam termasuk wanita dan kanak-kanak [www.iraqbodycount.org]. Ratusan ribu yang lain cedera, hilang tempat tinggal, dilahirkan cacat dan mati akibat kekurangan ubat-ubatan hasil sekatan ekonomi oleh AS. Inilah ‘kesopanan’ perjuangan Bush dalam membawa dan menegakkan demokrasi di tanah umat Islam. Bukankah ini semua merupakan bukti nyata ‘revolusi berdarah’ yang dilakukan oleh Bush sebagai pejuang dan pengembang Ideologi Kapitalis? Hanya kebaculan yang ada pada para pemimpin umat Islam sahaja yang menyebabkan mereka berdiam diri dan enggan mengakui hakikat ini. Akhbar Washington Post (Rabu, 11 Oktober, 2006) sendiri membongkar penipuan Bush dengan kata-kata berikut ‘It is more than 20 times the estimate of 30,000 civilian deaths that President Bush gave in a speech in December. It is more than 10 times the estimate of roughly 50,000 civilian deaths made by the British-based Iraq Body Count research group.’ ('Ianya adalah 20 kali lebih dari anggaran 30,000 kematian orang awam yang diberi oleh Presiden Bush pada bulan Disember. Ianya adalah lebih 10 kali anggaran 50,000 kematian orang awam yang dibuat oleh badan penyelidikan British Iraq Body Count ') . Dalam pada itu, angka rasmi tentera AS yang terbunuh dengan hina di Irak adalah seramai 3,524 orang [http://icasualties.org/oif/].

Wahai kaum Muslimin! Kami ingin mengingatkan kalian dengan kalamulllah bahawa kuffar Barat tidak akan pernah berehat di dalam usaha mereka memerangi umat Islam. Walaupun mereka tahu bahawa Hizbut Tahrir sekarang sedang menggerakkan umat untuk mendirikan semula Daulah Khilafah, namun mereka bukannya ingin memerangi Hizbut Tahrir sahaja, tetapi seluruh umat Islam yang tidak sepemikiran dengan mereka. Ingatlah akan firman Allah bahawa, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan redha kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." [TMQ al-Baqarah:120]. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengingatkan kita bahawa, "..mereka tidak henti-henti memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka mampu" [TMQ al-Baqarah (2):217].

Jika kita memandang dengan pandangan Islam, maka kita akan memahami dan menyedari bahawa apa sahaja yang dibuat oleh Barat sebenarnya adalah untuk menghancur dan menghapuskan umat Islam. Hal ini jelas nyata dari apa yang dikeluarkan oleh mulut-mulut mereka sendiri dan apa yang tersembunyi di dalam hati-hati mereka adalah lebih busuk dari itu.

Penegakan Daulah Islam Oleh Rasulullah

Selama 13 tahun Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa Sallam berdakwah dan berjuang di Mekah demi untuk menegakkan agama Allah namun ternyata tempat yang ditakdirkan oleh Allah untuk lahirnya Daulah Islam adalah di Madinah, bukannya Mekah. Sepanjang perjuangannya untuk menegakkan Daulah Islam, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah menggunakan kekerasan atau tindakan fizikal. Baginda sendiri dimusuhi oleh pemerintah Quraisy dan pelbagai penentangan dilakukan terhadap baginda, namun tidak satu pun dibalas dengan serangan fizikal oleh Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam. Apa yang berlaku kepada para sahabat lebih nyata di mana mereka ditangkap, diseksa malah dibunuh, namun sekali lagi, tidak ada seorang pun sahabat yang membalas dengan mengangkat senjata. Rasulullah juga langsung tidak memerintahkan mereka menghadapi pemerintah Quraisy dengan kekerasan, walau betapa berat penyeksaan yang mereka hadapi sekalipun. Apa pun yang berlaku adalah, dakwah yang ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabat hanyalah berbentuk pemikiran, yakni melawan segala bentuk pemikiran kufur dengan pemikiran Islam berdasarkan wahyu. Ini berlaku sehinggalah ke tahap akhir perjuangan Rasulullah dan para sahabat di Mekah. Meskipun setelah datangnya kaum Aus dan Khazraj (golongan Ansar) memberikan bai’ah di Aqabah, Rasulullah tetap dengan perjuangan dakwah baginda tanpa menggunakan kekerasan sedikit pun. Ini semua menunjukkan bahawa perjuangan dakwah sehingga tertegaknya Daulah Islam hendaklah dilakukan secara pemikiran (intelektual) tanpa kekerasan.

Jika dibandingkan dengan beberapa revolusi di dunia yang memakan jutaan korban, ‘revolusi’ (inqilab) yang dilakukan oleh Rasulullah tidak memakan seorang korban pun, dengan kata lain tidak ada seorang pun yang dibunuh oleh Rasulullah atau diperintah oleh Nabi kepada sahabat untuk dibunuh demi melakukan perubahan. Ternyata proses perubahan (taghyiir) tetap berlaku tanpa melibatkan seorang korban pun. Ini adalah kerana masyarakat diajak untuk melakukan ‘revolusi pemikiran’, bukannya ‘revolusi berdarah’. Rasulullah berjaya meraih sebuah pemerintahan (negara) tanpa baginda menumpahkan setitik darah pun. Malah yang terjadi adalah sebaliknya, di mana beberapa orang dari sahabatlah yang menjadi korban kepada kejahatan dan kezaliman pemerintah Quraisy. Mereka ditangkap dan dibunuh kerana seruan mereka kepada kebenaran. Mereka terkorban dengan penuh kemuliaan di sisi Allah dan terlebih dahulu pergi menyahut seruan Allah untuk mendapat syurgaNya. Semoga rahmat Allah tercurah ke atas mereka dan ke atas sesiapa sahaja yang mengikut jejak langkah mereka di dalam berjuang menegakkan kebenaran.

Inilah perjuangan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir (HT) di seluruh dunia di mana HT mencontohi perjuangan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah dalam menegakkan Daulah Islam. HT berdakwah tanpa menggunakan apa-apa kekerasan demi mengembalikan semula kehidupan Islam (isti’naf al-hayah al-islamiyah) dengan jalan menegakkan Daulah Khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Barat tahu bahawa sekiranya Daulah Khilafah tertegak semula, maka saat kehancuran mereka sudah tiba. Daulah Khilafah yang akan dipimpin oleh seorang Khalifah akan menyatukan seluruh negeri kaum Muslimin dan melancarkan jihad ke atas Amerika, Israel dan sekutu-sekutu mereka. Daulah inilah yang akan mengembalikan semula kekuatan dan kemuliaan umat Islam di arena politik antarabangsa. Inilah mimpi ngeri Amerika dan musuh-musuh Islam lainya.

Ketakutan Barat kepada kembalinya Daulah Khilafah semakin hari semakin nyata. Oleh itu, mereka tidak henti-henti meniupkan propaganda bahawa perjuangan menegakkan Khilafah adalah satu keganasan. Ini mereka harap akan menjustifikasikan kepada dunia tindakan keganasan yang mereka telah dan akan lakukan ke atas umat Islam. Oleh itu jika mereka membunuh kaum Muslimin, maka ini bukan salah mereka, kerana mereka sebenarnya memerangi pengganas. Taktik kotor ini pada hakikatnya sudah tidak berkesan lagi di dalam mempengaruhi pemikiran umat Islam kerana umat sudah lama menyedari bahawa Baratlah pengganas yang sebenar-benarnya. Justeru, apa yang Barat harapkan ialah kerjasama dari para pemimpin dunia Islam di dalam membunuh umat Islam. Barat seterusnya berharap agar pemimpin umat Islamlah yang akan memerangi golongan yang ingin menegakkan Khilafah. Barat tahu bahawa golongan pemimpin ini hanyalah golongan yang mementingkan kekuasaan dan mahu kekal berkuasa. Barat juga tahu bahawa para pemimpin ini hanyalah para pengecut yang akan tunduk kepada kehendak mereka. Oleh itu, walaupun Barat tahu bahawa perjuangan Hizbut Tahrir dalam menegakkan Daulah Khilafah langsung tidak menggunakan kekerasan, mereka tetap cuba mengaitkan perjuangan ini dengan keganasan dan berharap agar pemimpin kaum Muslimin di seluruh dunia Islam akan turut bersama mereka di dalam memastikan Daulah Khilafah tidak akan tertegak.

Wahai kaum Muslimin! Tanah yang kalian pijak ini dianugerahkan oleh Allah dengan pelbagai potensi dan sumber alam. Jika keseluruhan negeri umat Islam bersatu, maka kita akan memiliki sumber alam dan sumber tenaga manusia yang sangat besar. Sekiranya seluruh negara umat Islam bergabung di bawah Daulah Khilafah, ini bererti kita akan dapat mengawal pasaran dan pengaliran minyak dunia. Daulah Islam akan memegang pengendalian atas 60% simpanan minyak dunia, boron (49%), fosfat (50%), strontium (27%), timah (22%), dan uranium yang tersebar di dunia [Zahid Ivan-Salam, Jihad and the Foreign Policy of the Khilafah State]. Secara geopolitik pula, negeri-negeri kita berada di kawasan jalur laut dunia yang strategik seperti Selat Gibraltar, Terusan Suez, Selat Dardanella dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam ke Mediterranean, Selat Hormuz di Teluk dan Selat Melaka di Asia Tenggara. Dengan kedudukan yang strategik ini, seluruh dunia akan bergantung harap kepada wilayah Islam dalam apa jua urusan di peringkat antarabangsa. Dari segi potensi penduduk juga, bilangan umat Islam yang semakin meningkat dari hari ke hari (sekarang 1.5 bilion) akan memberi satu kekuatan, khususnya di bidang ketenteraan. Melihat kepada segala potensi tersebut, maka wajarlah jika Barat sekarang ‘ketar lutut’ kerana kelahiran semula Daulah Khilafah sudah pasti akan menghancurkan mereka dari segenap aspek. Oleh itu, agar mimpi ngeri mereka ini tidak menjadi kenyataan, maka Barat terus menerus mengaitkan gerakan Islam global yang ingin menegakkan Khilafah dengan terorisme. Apapun yang Barat lakukan, hakikatnya mereka sudah semakin lemah!

Khatimah


Wahai kaum Muslimin! Sudah menjadi fitrah bahawa seruan kepada kebenaran sudah barang pasti akan mendatangkan ketakutan kepada mereka yang inginkan kebatilan. Justeru, sudah tentulah para penyeru yang menyeru kepada kebenaran akan dihalang oleh golongan kufur, zalim dan fasik. Oleh kerana itu, tidak hairanlah jika para pendakwah yang menyeru untuk menyatukan semula kaum Muslimin di bawah satu bendera ‘La ila illallah Muhammad Rasulullah’ akan sentiasa diawasi dan diperangi oleh pihak yang memusuhi Islam dan agen-agen mereka. Sesungguhnya pelbagai tuduhan dan propaganda akan senantiasa dilancarkan oleh musuh-musuh Allah ke atas pejuang di jalan kebenaran. Justeru, kami ingin mengingatkan seluruh kaum Muslimin agar tidak terpengaruh dengan propaganda musuh Allah ini ke atas kita. Janganlah kalian takut dan merasa lemah di hadapan musuh-musuh Allah ini kerana sesungguhnya Allah bersama kita dan mereka bersama syaitan yang terkutuk. Nyawa kita ada di tangan Allah, bukan di tangan mereka. Sesungguhnya Allah menjanjikan kita kemenangan dan syurga manakala Barat dan syaitan menjanjikan kehinaan dan neraka. Na’uzubillah min zalik.

MENEGAKKAN DAULAH KHILAFAH ADALAH WAJIB

"We must put an end to anything which brings about any Islamic unity between the sons of the Muslims. As we have already succeeded in finishing off the Khilafah, so we must ensure that there will never arise again unity for the Muslims, whether it be intellectual or cultural unity… The situation now is that Turkey is dead and will never rise again, because we have destroyed its spiritual strength, the Khilafah and Islam".

(Kita mesti hapuskan apa-apa sahaja yang boleh membawa kepada penyatuan di kalangan umat Islam. Memandangkan kita telah berjaya menghancurkan Khilafah, jadi kita mesti pastikan yang umat Islam tidak akan bersatu kembali, samada secara intelektual atau kebudayaan… Faktanya sekarang adalah bahawa Turki telah mati dan ia tidak akan bangkit lagi, kerana kita telah menghancurkan kekuatan ruhnya (yakni) Khilafah dan Islam) - [Lord Curzon, Menteri Luar British, di hadapan House of Commons setelah Perjanjian Lausanne pada 24 Julai 1924].


Itulah kata-kata yang penuh dengan keyakinan dan keegoan si kafir laknatullah, Lord Curzon setelah mereka berjaya menjatuhkan Khilafah Uthmaniyyah secara rasmi, tepatnya pada 3 Mac 1924, jam 6.30 pagi. Pihak kuffar Barat benar-benar memahami bahawa kekuatan dan penyatuan umat Islam yang hakiki adalah di bawah Daulah Khilafah. Kerana itulah mereka telah berusaha bersungguh-sungguh dan menggunakan segala kekuatan, tipu helah, kelicikan dan agen-agen mereka bagi menghancurkan umat Islam. Bukan setakat itu sahaja, setelah mereka berjaya dan bergembira menyaksikan kehancuran Islam, mereka tidak pernah lalai dan berhenti dari usaha mereka seterusnya untuk memastikan umat Islam tidak akan bangkit dan bersatu kembali. Tidak cukup dengan itu, mereka malah melakukan serangan fizikal secara besar-besaran ke atas umat Islam, merogol, membunuh, memerangi, menangkap, memenjara, menyiksa dan melakukan pelbagai bentuk kekejaman lainnya yang benar-benar tidak berperikemanusiaan. Umat Islam diperlakukan umpama binatang, malah jauh lebih buruk dari itu. Ya, mereka telah melakukan semua itu dan mereka telah melakukannya dengan begitu mudah sekali! Kenapa? Kerana umat Islam telah kehilangan perisainya yang selama ini menjaga dan melindungi mereka – Khalifah!

Apa yang kita saksikan saban hari sejak kejatuhan Khilafah hinggalah ke hari ini adalah penderitan demi penderitaan yang tidak berkesudahan menimpa umat Islam. Kesatuan umat Islam telah berkecai dan persaudaraan mereka telah hancur. Segala ini berlaku setelah jatuhnya Khilafah Uthmaniyyah di mana umat Islam mula dihadiahkan kemerdekaan oleh pihak kuffar Barat untuk menubuhkan negara bangsa (nation states). Maka dari sini, masing-masing mula berjuang untuk bangsa dan berebut-rebut bersengketa sesama sendiri untuk berkuasa dan mengekalkan kekuasaan, tanpa menghiraukan lagi apa yang terjadi kepada saudara mereka di negara lain. Yang penting, perlu bersyukur dengan keamanan dan kesejahteraan yang dinikmati di negara sendiri. Bangsa lain, negara lain... itu masalah mereka, tidak ada kena mengena dengan kita. Itu masalah dalaman negara mereka dan kita tidak boleh dan tidak perlu campurtangan. Kita berkecuali. Inilah antara kata-kata yang lahir dari sebahagian umat Islam, khususnya pemimpin mereka!

Wahai kaum Muslimin! Demikianlah secebis kisah bagaimana bermulanya segala penderitaan dan kehinaan yang menimpa umat ini, umat yang pernah satu ketika dulu memimpin dunia dan membawa rahmat ke setiap penjuru alam. Tidak ada fakta yang dapat menafikan bahawa Sistem Pemerintahan Khilafah yang telah diamalkan oleh umat Islam semenjak zaman Khalifah Rasyidah hinggalah ke zaman Uthmaniyyah, telah menjaga dan melindungi umat Islam. Apa yang telah dilakukan oleh para Khulafa’ Rasyidah dan diteruskan oleh pengganti-pengganti mereka ini telah terpahat dalam sejarah dan memenuhi ribuan lembaran kitab. Walaubagaimanapun, kita perlu memahami dengan sebenar-benar pemahaman bahawa apa yang telah terpahat itu bukan sekadar sejarah, tetapi ia adalah sebuah kewajiban yang telah ditunaikan oleh para pendahulu kita, yang juga merupakan kewajiban yang sama yang diletakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ke atas kita untuk melakukannya. Umat Islam itu hanya akan meraih kemulian dengan mematuhi perintah dan larangan Allah. Apabila sistem pemerintahan dari Allah tidak diterapkan, sebaliknya diganti dengan diterapkan sistem kufur dari Barat, bagaimanakah kemuliaan Allah akan bersama kita?

Wahai kaum Muslimin, esok (3 Mac 2007) genaplah 83 tahun jatuhnya Khilafah, sebuah sistem pemerintahan yang selama ini telah mendatangkan kemuliaan dan rahmat buat umat Muhammad khasnya dan dunia amnya. Sempena itu, Sautun Nahdhah kali ini akan memperingatkan semula umat Islam akan kewajiban untuk menegakkannya.

Mendirikan Khilafah Adalah Wajib

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Kata lain dari Khilafah adalah Imamah di mana keduanya mempunyai makna yang sama. Hal ini diterangkan di dalam banyak hadis sahih yang menunjukkan persamaan makna kedua-dua lafaz ini [Syeikh Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi Fil Islam]. Perlu difahami bahawa, Khilafah itu adalah Sistem Pemerintahan Islam dan Khalifah itu adalah ketua negaranya (head of the State). Ringkasnya, ketua negara Daulah Khilafah adalah Khalifah. Juga, tidak salah jika ketua negara itu digelar Imam atau Amirul Mukminin kerana gelaran semacam ini terdapat di dalam Hadis dan Ijma’ Sahabat. Dari definisi ini, jelas bahawa Daulah Khilafah wujudnya hanya satu untuk seluruh dunia. Ini kerana nas-nas syara’ memang menunjukkan kewajiban umat Islam untuk bersatu dalam satu institusi negara sahaja dan haram bagi umat Islam mempunyai lebih dari satu negara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai…” [TMQ Ali-’Imran (3):103].

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam masalah persatuan umat ini bersabda: “Barangsiapa mendatangi kalian, sedang urusan kalian ada di bawah kepemimpinan satu orang (Imam/Khalifah), dan dia hendak memecah belah kesatuan kalian dan mencerai-beraikan jemaah kalian, maka bunuhlah dia” [HR Muslim].

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” [HR Muslim]

Selain al-Quran dan as-Sunnah, Ijma’ Sahabat juga turut menegaskan prinsip kesatuan umat di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Abu Bakar Ash Shiddiq suatu ketika pernah berkata, “Tidak halal bagi kaum Muslimin mempunyai dua pemimpin”. Perkataan ini didengar oleh para sahabat dan tidak seorang pun dari mereka yang mengingkarinya, sehingga menjadi ijma’ di kalangan mereka.

Bahkan sebahagian fuqaha menggunakan Qiyas untuk menetapkan prinsip kesatuan umat. Imam Al Juwaini berkata, “Para ulama kami (mazhab Syafi’i) tidak membenarkan akad Imamah (Khilafah) untuk dua orang. Kalau ini terjadi, ini sama halnya dengan seorang wali yang menikahkan seorang perempuan dengan dua orang laki-laki” Maksudnya, Imam Juwaini mengqiyaskan keharaman adanya dua Imam bagi kaum Muslimin dengan keharaman wali menikahkan seorang perempuan dengan dua orang lelaki yang akan menjadi suaminya. [Lihat Dr. Muhammad Khair, Wahdatul Muslimin fi Asy Syari’ah Al Islamiyah]

Dalil Al-Quran

Di dalam al-Quran memang tidak terdapat istilah ‘Daulah’ yang bererti ‘Negara’. Tetapi di dalam al-Quran terdapat ayat yang menunjukkan wajibnya umat memiliki pemerintahan/negara (ulil amri) dan wajibnya menerapkan hukum dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah,

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kalian.” [TMQ An-Nisaa` (4):59]

Ayat di atas memerintahkan kita untuk mentaati Ulil Amri, iaitu Al Haakim (Penguasa). Perintah ini, secara dalalatul iqtidha`, bererti perintah pula untuk mengadakan atau mengangkat Ulil Amri, jika Ulil Amri itu tidak ada. Ini adalah kerana tidak mungkin Allah memerintahkan kita untuk mentaati orang yang tidak wujud. Tatkala Allah memberi perintah untuk mentaati Ulil Amri, bererti Allah memerintahkan pula untuk mewujudkannya Oleh itu, jelas bahawa mewujudkan Ulil Amri itu adalah wajib. Tambahan lagi, adanya Ulil Amri menyebabkan terlaksananya kewajipan menegakkan hukum syara’, sedangkan mengabaikan terwujudnya Ulil Amri menyebabkan terabainya hukum syara’. Inilah apa yang berlaku sekarang di mana hukum syara’ tidak lagi diterapkan kerana tiadanya Ulil Amri di kalangan umat Islam.

Di samping itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk mengatur urusan kaum Muslimin berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah. Firman Allah,

“Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” [TMQ Al-Ma’idah (5):48].

“Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu” [TMQ Al-Ma’idah (50:49].

Dalam kaedah usul fiqh dinyatakan bahawa, perintah (khitab) Allah kepada Rasulullah juga merupakan perintah kepada umat Islam selama tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya untuk Rasulullah. Berhubung dengan ayat di atas, tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah tersebut hanya kepada Rasulullah. Oleh kerana itu, ayat-ayat tersebut bersifat umum, iaitu berlaku juga bagi umat Islam. Dan menegakkan hukum-hukum yang diturunkan Allah tidak mempunyai makna lain kecuali menegakkan hukum dan pemerintahan, sebab dengan pemerintahan itulah hukum-hukum yang diturunkan Allah dapat diterapkan secara sempurna. Dengan demikian, ayat-ayat ini menunjukkan wajibnya ada sebuah ‘Negara’ untuk menjalankan semua hukum Islam, dan ‘Negara (Islam)’ itu adalah Negara Khilafah.

Dalil As-Sunah

Abdullah bin Umar meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah mengatakan, ‘Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, nescaya dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa hujah. Dan barangsiapa mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah” [HR Muslim].

Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam mewajibkan adanya bai’at pada pundak setiap Muslim dan mensifati orang yang mati dalam keadaan tidak berbai’at seperti matinya orang-orang jahiliyyah. Padahal bai’at hanya dapat diberikan kepada Khalifah, bukan kepada yang lain. Jadi hadis ini menunjukkan kewajipan mengangkat seorang Khalifah, yang dengannya dapat terwujud bai’at di pundak setiap Muslim. Sebab bai’at akan ada di pundak kaum Muslimin jika ada Khalifah/Imam yang memimpin kaum Muslimin.

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bahawasanya Imam itu bagaikan perisai, dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung.” [HR Muslim]

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Dahulu Bani Israel diuruskan (dipimpin) oleh para nabi. Setiap kali wafat seorang nabi diutuslah nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada lagi nabi sesudahku, tetapi akan ada para Khalifah dan jumlahnya banyak.” Para sahabat bertanya, apa yang engkau perintahkan kepada kami (dalam keadaan itu)? Nabi menjawab, “Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu sahaja dan berilah kepada mereka hak-hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka uruskan.” [HR Muslim]

Hadis-hadis ini merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bahawa seorang Khalifah adalah laksana perisai, dan bahawa akan ada penguasa-penguasa yang memerintah kaum Muslimin. Pernyataan Rasulullah bahawa seorang Imam itu laksana perisai menunjukkan pemberitahuan tentang adanya fungsi keberadaan seorang Imam, dan ini merupakan suatu tuntutan (thalab). Ini adalah kerana, setiap ikhbar yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, apabila mengandungi celaan (adz-dzamm) maka yang dimaksudkan adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalab at-tarki), atau merupakan larangan (an-nahy); dan apabila mengandung pujian (al mad-hu) maka yang dimaksudkan adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalab al-fi’li). Dan sekiranya pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum syara’ atau jika ditinggalkan mengakibatkan terabainya hukum syara’, maka tuntutan untuk melaksanakan perbuatan itu bersifat pasti (fardhu). Oleh itu hadis-hadis ini menunjukkan wajibnya Khilafah, kerana tanpa Khilafah banyak hukum syara’ yang akan terabai.

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari amirnya (pemimpinnya), maka bersabarlah kerana barangsiapa memisahkan diri dari penguasa (pemerintahan Islam/Khilafah) walau sejengkal saja, lalu ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR Muslim].

Hadis ini menjelaskan keharaman kaum Muslimin keluar memberontak terhadap penguasa (Khalifah). Ini bererti bahawa adanya Daulah Khilafah adalah suatu kewajiban, sebab tidak mungkin Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam begitu tegas sekali menyatakan bahawa orang yang memisahkan diri dari Khilafah akan mati jahiliyah. Maka, wujudnya pemerintahan Islam bagi kaum Muslimin statusnya adalah wajib.

Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda: “Barangsiapa membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksima mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut kekuasaannya, penggallah leher orang itu.” [HR Muslim].

Dalam hadis ini Rasululah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memerintahkan kaum Muslimin untuk mentaati para Khalifah dan memerangi orang-orang yang merebut kekuasaan mereka. Perintah Rasulullah ini bererti perintah untuk mengangkat seorang Khalifah dan memelihara kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang merebut kekuasaannya. Semua ini merupakan penjelasan tentang wajibnya keberadaan penguasa kaum Muslimin, iaitu Imam atau Khalifah. Ini adalah kerana sekiranya ia tidak wajib, nescaya tidak mungkin Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan perintah yang begitu tegas untuk memelihara eksistensinya, iaitu perintah untuk memerangi orang yang ingin merebut kekuasaan Khalifah.

Dalil Ijma’ Sahabat

Sebagai sumber hukum Islam ketiga, Ijma’ Sahabat menunjukkan dengan sejelas-jelasnya kepada kita bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin umat Islam adalah wajib. Para sahabat telah sepakat mengangkat Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib ridhwanullah ‘alaihim, sebagai Khalifah yang memimpin dunia Islam.

Ijma’ Sahabat yang membuktikan kewajiban pengangkatan seorang Khalifah diambil dari peristiwa yang berlaku di Saqifah Bani Sai’dah di mana para sahabat dan ahlu halli wal aqdi saat itu sibuk bermesyuarat bagi mengangkat seorang Khalifah. Walaupun jenazah Rasulullah masih belum dikebumikan, tetapi keseluruhan sahabat masih sibuk berbincang soal pengangkatan Khalifah. Mereka ternyata telah menunda kewajipan menanam jenazah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti baginda. Hal ini berlaku walhal mereka mengetahui bahawa menguburkan mayat secepatnya adalah suatu tuntutan, apatah lagi jenazah itu adalah jenazah Rasulullah sendiri, namun, para sahabat tetap mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menanam jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian sahabat lain pula (yang tidak terlibat) turut mendiamkan hal ini dan ikut pula bersama-sama menunda kewajipan mengebumikan jenazah Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam. Peristiwa ini terjadi di dalam rentang waktu 3 hari 2 malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu menanam jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan (ijma’) mereka untuk mendahulukan kewajipan mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali status hukum mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib didahului daripada menguburkan jenazah.

Demikian pula bahawa seluruh sahabat selama hidup mereka telah bersepakat mengenai kewajipan mengangkat seorang Khalifah. Walaupun sering muncul perbezaan pendapat mengenai siapakah yang lebih layak untuk dipilih dan diangkat menjadi Khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih pendapat sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang Khalifah, baik ketika wafatnya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam mahupun ketika pergantian masing-masing Khalifah yang empat. Oleh kerana itu Ijma’ Sahabat merupakan dalil yang jelas dan kuat bagi kita bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin bagi seluruh kaum Muslimin adalah wajib.

Dalil Dari Kaedah Syar’iyyah

Dilihat dari sudut usul fiqh, mengangkat Khalifah juga adalah wajib. Dalam usul fiqh terdapat satu kaedah syar’iyah yang disepakati para ulama, “Sesuatu kewajipan yang tidak dapat disempurnakan kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan itu adalah wajib.” Menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala aspeknya adalah wajib. Hal ini tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Maka dari itu, berdasarkan kaedah syar’iyyah tadi, eksistensi Khilafah hukumnya menjadi wajib.

Pendapat Para Ulama

Seluruh imam mazhab dan para mujtahid tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Pendapat-pendapat mereka tentang kewajiban ini tertuang di dalam kitab-kitab karangan mereka yang masyhur. Kami telahpun mengemukakan beberapa nama beserta kitab mereka di dalam Sautun Nahdhah keluaran yang ke-100 bertajuk “Dakwah Hizbut Tahrir”. Di harap para pembaca boleh merujuk kepada keluaran tersebut atau melayari laman web kami.

Khatimah

Wahai kaum Muslimin! Ingin kami tegaskan sekali lagi bahawa walaupun perjuangan menegakkan Khilafah itu telah sinonim dengan Hizbut Tahrir, namun kewajiban ini adalah kewajiban kita semua. Sebuah kewajiban itu statusnya sama sahaja bagi setiap Muslim, tidak kira siapa pun dia, bangsa dan keturunan apa pun dia selama mana dia termasuk dari kalangan yang mengucap syahadah. Apa yang dikatakan kewajiban di dalam Islam adalah suatu perkara yang mesti dilakukan oleh setiap mukallaf, yang dengan melakukannya akan beroleh pahala dan meninggalkannya adalah suatu dosa. Oleh itu, tiada beza di antara kewajiban solat, puasa, zakat, mentaati ibu bapa, menuntut ilmu, berdakwah, menegakkan Khilafah dan sebagainya. Semuanya adalah kewajiban dan kita semua wajib melakukannya.

Sesungguhnya kami di Hizbut Tahrir senantiasa mengimani janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan membenarkan khabar gembira dari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang kembalinya Khilafah ala minhaj nubuwwah untuk kedua kalinya. Kami senantiasa berusaha dan yakin akan kedatangan penyelamat umat ini seraya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia memuliakan kami dengan tertegaknya Khilafah melalui tangan-tangan kami; agar kita semua dapat bernaung di bawahnya; agar kita semua dapat mengibarkan panji-panji Rasulullah di seluruh pelusuk bumi; agar cahaya Allah akan kembali menerangi alam. Insya Allah. Justeru, marilah kita bersama-sama memikul kewajiban ini wahai kaum Muslimin. Bersama-samalah dengan Hizbut Tahrir di dalam dakwahnya mengembalikan semula kemuliaan umat ini. ALLAHU AKBAR!