Thursday, August 7, 2008

Sistem Pergaulan Dalam Islam

Sistem Pergaulan Dalam Islam

sistem-pergaulan-dalam-islam.jpgKLIK DI SINI 1::sistem-pergaulan-dalam-islam-1-50.pdf

KLIK DI SINI 2:sistem-pergaulan-dalam-islam-51-118.pdf

KLIK DI SINI 3:sistem-pergaulan-dalam-islam-119-202.pdf

KLIK DI SINI 4:sistem-pergaulan-dalam-islam-203-314.pdf

Banyak orang berlebihan menggunakan istilah an-nizhâm al-ijtimâ‘î untuk menyebut seluruh peraturan kehidupan bermasyarakat. Penggunaan istilah ini salah. Istilah yang lebih tepat untuk menyebut peraturan kehidupan bermasyarakat adalah anzhimah al-mujtama‘ (sistem sosial). Sebab sistem ini hakikatnya mengatur seluruh interaksi yang terjadi dalam suatu masyarakat tertentu tanpa memperhatikan ada-tidaknya aspek ijtimâ‘ (pergaulan/pertemuan pria-wanita, pen). Dalam sistem sosial, tidaklah diperhatikan adanya ijtimâ‘, karena yang dilihat hanyalah interaksi-interaksi yang ada. Dari sini, muncullah berbagai macam peraturan (sistem) yang bermacam-macam sesuai jenis dan perbedaan interaksinya, yang mencakup aspek ekonomi, pemerintahan, politik, pendidikan, pidana, mu’amalat, pembuktian, dan lain sebagainya. Dengan demikian, penggunaan istilah an-nizhâm al-ijtimâ‘î untuk menyebut sistem sosial tidaklah beralasan dan tidak sesuai dengan fakta. Lebih dari itu, kata al-ijtimâ‘î adalah kata sifat bagi sistem (nizham). Pengertiannya, sistem tersebut dibuat hendaknya untuk mengatur berbagai problem yang muncul dari ijtimâ‘ (pergaulan/pertemuan pria-wanita, pen) atau berbagai interaksi (‘alaqah) yang timbul dari ijtimâ‘ tersebut.

Pergaulan (ijtima’) seorang pria dengan sesama pria atau seorang wanita dengan sesama wanita tidak memerlukan peraturan. Sebab, pergaulan sesama jenis tidak akan menimbulkan problem ataupun melahirkan berbagai interaksi yang mengharuskan adanya seperangkat peraturan. Pengaturan kepentingan di antara keduanya hanyalah memerlukan sebuah peraturan (nizham) karena faktanya mereka hidup bersama dalam satu negeri, sekalipun mereka tidak saling bergaul.

Adapun pergaulan antara pria dan wanita atau sebaliknya, maka itulah yang menimbulkan berbagai problem yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan (nizham) tertentu. Pergaulan pria wanita itu pulalah yang melahirkan berbagai interaksi yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu. Maka peraturan pergaulan pria-wanita seperti inilah sesungguhnya yang lebih tepat disebut sebagai an-nizhâm al-ijtimâ‘î. Alasannya, sistem inilah yang pada hakikatnya mengatur pergaulan antara dua lawan jenis (pria dan wanita) serta mengatur berbagai interaksi yang timbul dari pergaulan tersebut.

Oleh karena itu, pengertian an-nizhâm al-ijtimâ‘î dibatasi hanya untuk menyebut sistem yang mengatur pergaulan pria-wanita dan mengatur interaksi/hubungan yang muncul dari pergaulan tersebut, serta menjelaskan setiap hal yang tercabang dari interaksi tersebut. An-nizhâm al-ijtimâ‘î tidak mengatur interaksi yang muncul dari kepentingan pria-wanita dalam masyarakat. Maka aktivitas jual-beli antara pria dan wanita atau sebaliknya, misalnya, termasuk ke dalam kategori sistem sosial (anzhimah al-mujtama‘), bukan termasuk dalam an-nizhâm al-ijtimâ‘î. Sementara itu, larangan ber-khalwat (berdua-duaan antara pria dan wanita), kapan seorang istri memiliki hak mengajukan gugatan cerai, atau sejauh mana seorang ibu memiliki hak pengasuhan anak, termasuk dalam kategori an-nizhâm al-ijtimâ‘î.

Atas dasar inilah, an-nizhâm al-ijtimâ‘î didefinisikan sebagai sistem yang mengatur pergaulan pria dan wanita atau sebaliknya serta mengatur hubungan/interaksi yang muncul dari pergaulan tersebut dan segala sesuatu yang tercabang dari hubungan tersebut.

Pemahaman masyarakat, lebih-lebih kaum Muslim, terhadap sistem pergaulan pria wanita (an-nizhâm al-ijtimâ‘î) dalam Islam mengalami kegoncangan dahsyat. Pemahaman mereka amat jauh dari hakikat Islam, dikarenakan jauhnya mereka dari ide-ide dan hukum-hukum Islam. Kaum Muslim berada di antara dua golongan. Pertama, orang-orang yang terlalu melampaui batas (tafrith), yang beranggapan bahwa termasuk hak wanita adalah berdua-duaan (berkhalwat) dengan laki-laki sesuai kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka auratnya dengan baju yang dia sukai. Kedua, orang-orang yang terlalu ketat (ifrath), yang tidak memandang bahwa di antara hak wanita ialah melakukan usaha perdagangan atau pertanian. Mereka pun berpandangan bahwa wanita tidak boleh bertemu dengan pria sama sekali, dan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat termasuk wajah dan telapak tangannya.

Karena adanya sikap dua golongan ini, yakni yang terlalu melampaui batas dan yang terlalu ketat, runtuhlah akhlak dan muncullah kejumudan berpikir. Akibatnya, timbul keretakan dalam interaksi sosial dan kegelisahan di tengah keluarga-keluarga muslim. Timbul pula banyak kemarahan dan keluhan di antara anggota keluarga serta berbagai perselisihan dan permusuhan di antara mereka.

Oleh karena itu, muncullah perasaan perlu untuk menciptakan keluarga yang utuh dan bahagia yang memenuhi jiwa seluruh kaum Muslim. Upaya untuk mencari solusi guna mengatasi problem inipun telah menyibukkan pikiran banyak orang. Muncullah berbagai macam upaya untuk mengatasi problem ini. Ada yang menulis buku-buku yang menjelaskan pemecahan problem interaksi pria-wanita dan memasukkan beberapa koreksi atas undang-undang peradilan agama atau undang-undang pemilu. Banyak juga pihak yang berupaya menerapkan pendapat-pendapatnya pada keluarga mereka sendiri, seperti isteri, saudara perempuan, dan anak-anak perempuan mereka. Ada pula kalangan yang memasukkan beberapa koreksi atas peraturan sekolah dengan memisahkan siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Demikianlah, telah lahir berbagai upaya yang beraneka ragam. Akan tetapi, seluruh upaya mereka itu belum menghasilkan pemecahan dan belum berhasil menemukan suatu sistem pergaulan pria-wanita. Mereka belum pula menemukan satu jalan pun untuk melakukan perbaikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar kaum Muslim tidak memahami masalah hubungan antar dua lawan jenis: laki-laki dan perempuan. Akibatnya mereka tidak mengetahui metode yang memungkinkan kedua lawan jenis itu untuk tolong menolong sehingga menghasilkan kebaikan bagi umat dengan adanya tolong menolong itu. Mereka benar-benar tidak memahami ide-ide dan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan pergaulan pria wanita.

Faktor inilah yang menjadikan mereka sibuk berdiskusi dan berdebat seputar metode untuk mengatasi persoalan dan malah terjauhkan dari mengkaji hakikat persoalan yang sebenarnya. Keresahan dan kegoncangan pun semakin menjadi-jadi akibat upaya-upaya mereka. Timbullah di masyarakat sebuah jurang yang dikhawatirkan mengancam eksistensi umat Islam, sebagai satu umat yang unik dengan berbagai karakter-karakter khasnya. Dikhawatiran rumah tangga Islam akan kehilangan identitas keislamannya dan kehilangan kecemerlangan pemikiran Islam serta terjauhkan dari penghormatan akan hukum-hukum dan pandangan-pandangan Islam.

No comments: