Syariah Islam sangat mungkin diterapkan sebagai hukum positif pengganti aturan hukum warisan kolonial yang berlaku saat ini. Demikian benang merah dari Diskusi Publik dengan tema “Syariah Islam, Rahmat Bagi Semua” yang digelar DPD II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Pangkalan Bun di Masjid Baburahmah, Kelurahan Raja, Kabupaten Kobar, Provinsi Kalimantan Tengah, pada hari Ahad 27 Juli 2008 lalu.
Tampak hadir Ketua Komisi Fatwa Muhammadiyah Kobar Ust Arbiata, Lc dan tokoh masyarakat Ir Gusti Sirajudin serta komponen masyarakat lainnya. Dalam acara ini, menghadirkan dua pembicara dari HTI yakni, Ahmad Mizani Rahman, Ssi dan Ustadz Jaga Sukma serta moderator Andri Saputra, ST. Ahmad menuturkan secara historis di Kalimantan Tengah pernah berdiri Kesultanan Kotawaringin yang menjalankan pemerintahannya berlandaskan hukum Islam.
Hal ini dibuktikan dengan penerapan sejumlah hukum Islam seperti Ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati) dan tradisi kebabaran yang berfungsi sebagai kontrol sosial untuk mencegah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Menurut aturan ini, bila masyarakat menemukan laki-laki dan perempuan berdua-duaan (khalwat) dan statusnya bujangan, maka masyarakat segera menikahkan keduanya. Bagi para wanita, jika ingin keluar rumah, mereka mengenakan berkelumun, yakni pakaian yang mirip jilbab untuk menutupi aurat.
Ia menambahkan dalam bidang administrasi pemerintahan, sultan telah mengambil sejumlah kebijakan untuk menggerakan roda ekonomi. Semasa Sultan Kotawaringin IX atau dikenal dengan sebutan Pangeran Ratu Muhammad Imanuddin (1805-1814), Ia memindahkan ibukota Kesultanan dari Kotawaringin Lama ke Keraton Kuning Indera Kencana di Pangkalan Bun. Selain itu, Sultan juga membangun pelabuhan baru di Kumai dan Sukamara.
Hasil kegiatan ekonomi di daerah pelabuhan disetorkan kembali ke pusat pemerintahan yang dikenal masyarakat dengan sebutan upeti. Hanya saja, upeti ini bukan pajak seperti dalam sistem republik sekarang ini.
Pembicara kedua, Ustadz Jaga Sukma menambahkan peluang penerapan syariah Islam khususnya di Indonesia sangat terbuka lebar. Pasalnya, dalam Kongres Umat Islam Indonesia beberapa tahun yang lalu para ulama dan perwakilan komponen umat Islam sepakat mengharamkan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dan menjadikan syariat Islam sebagai solusi atas problematika yang dihadapi negeri ini. Acara tersebut turut dihadiri sejumlah tokoh dan kaum muslimin di Kota Pangkalan Bun.
(Humas DPD II HTI Kota Pangkalan Bun, Kabupaten Kobar, Provinsi Kalimantan Tengah).
No comments:
Post a Comment