Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah wujud pengokohan Rasulullah saw. sebagai pemimpin. Rasulullah diangkat sebagai imam shalat berjamaah para nabi dan rasul. Kepemimpinan Rasul dalam shalat berjamaah sesungguhnya membuktikan bahwa Beliau adalah pemimpin seluruh umat manusia.
Namun, pada bulan Rajab ini pula, ada satu hari saat kaum Muslim mulai mengalami berbagai kehancuran dan malapetaka. Islam sebagai agama dan sistem pun mulai mengalami hal serupa. Itulah tanggal 28 Rajab, saat Khilafah terakhir, Khilafah Turki Utsmani, dihancurkan oleh antek Inggris, Mustafa Kemal. Sejak itu sampai detik ini, kaum Muslim tercerai-berai ke dalam hampir 50 negara tanpa ada Khilafah yang melindungi, mengayomi dan memelihara mereka. Islam dan umatnya, sejak keruntuhan Khilafah hingga saat ini, dililit berbagai macam permasalahan.
Sejarah Emas Khilafah
1. Pengayom dan pelindung umat.
Islam adalah penebar rahmat bagi seluruh manusia, bukan hanya kaum Muslim, tetapi juga umat lain. Tercatat dalam sejarah, tatkala kawasan Sicilia di Eropa berada dalam pangkuan Islam semasa Khalifah Ziyadat Allah I, Sicilia menjadi kawasan yang penuh berkah bagi umat non-Islam. Betapa tidak. Di Sicilia terdapat beragam suku dan etnis seperti Sicilia, Arab, Yahudi, Barbar, Persia, Tartar dan Negro berbaur dalam keharmonisan. Tidak ada satu pun pembantaian terhadap penduduk yang beragama Nasrani, walau mereka minoritas. Bahkan penduduk asli Sicilia yang Nasrani justru dilindungi dan dihormati kebebasannya dalam menjalankan aktivitas peribadatan.
Penguasa Muslim hanya membebankan jizyah atas penganut agama Nasrani. Hak milik dan usaha mereka dilindungi. Demikian pula warga Yahudi. Penguasa Muslim menghormati hak hidup dan melindungi kebebasan umat beragama lain dalam menjalankan ibadah. Walhasil, sejak dalam kekuasaan Islam, Sicilia menjelma menjadi salah satu pusat peradaban di Eropa setelah Cordova.
Kondisi sebaliknya justru terjadi saat ini. Umat Islam kini ditindas secara sistematis oleh sistem kapitalis penguasa dunia. Ketika Islam menjadi umat minoritas, mereka dibantai sebagaimana yang terjadi di Palestina, Khasmir, Kosovo, Xinjiang, Pattani, dll. Mayoritas Muslim pun kini menjadi bulan-bulanan musuh-musuhnya, sebagaimana yang terjadi di negeri ini. Sungguh menyedihkan.
2. Pencetak ilmuwan dan intektual.
Islam dalam sistem Khilafah mendorong dan mencetak para ilmuwan dan intelektual handal. Tercatat ribuan bahkan jutaan ilmuwan dan intelektual yang telah dilahirkan oleh Islam. Bukan hanya memberikan sumbangan bagi kemakmuran umat Islam, mereka juga memberikan sumbangan sangat berarti bagi dunia. Contoh: Ibnu Mun’im. Ia dikenal sebagai spesialis terbaik dalam geometri dan teori ilmu hitung. Ia juga seorang dokter. Dalam bidang matematika, Ibnu Mun’im telah berhasil mempublikasikan sederet hasil karyanya. Salah satunya yang masih tetap survive hingga kini adalah Fiqh al-Hisab (Ilmu Hitung).
Ada juga Abdul Malik bin Quraib al-Asma’i. Ialah sarjana pertama yang mengkaji ilmu alam dan zoologi (ilmu hewan). Beberapa buah pikirannya yang sangat terkenal mengupas tentang hewan, yakni Kitab al-Khayhl, yang membahas seluk beluk kuda. Selain itu, ia juga menulis Kitab Al-Ibil yang mengupas tentang unta, Kitab ash-Sha’ tentang kambing, dan Kitab al-Wuhush tentang hewan liar. Abdul Malik juga mengkaji manusia melalui Kitab Khalq al-Insan. Ia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang mempelajari anatomi manusia. Salah satu kitabnya yang sangat fenomenal adalah Kitab al-Asma’i yang masih menjadi rujukan ilmuwan di Austria pada paruh kedua abad ke-19 M.
Di atas adalah contoh ilmuwan yang dilahirkan oleh Islam selain ribuan nama lainnya seperti Al-Khawarizmi (penemu angka ‘nol’), Ibnu Sina (Bapak Kedokteran Dunia), Al-Jabar (Bapak Matematika Dunia), dll.
3. Surganya pengobatan.
Dalam 250 tahun, sarjana Muslim telah menghasilkan 18 kitab tentang opthalmologi. Padahal ilmuwan Yunani dari zaman Hipocrates hingga Paulus selama 10 abad hanya menghasilkan lima buku opthalmologi. Ilmu pengobatan mata alias opthalmologi berkembang begitu pesat di era modern. Kemajuan yang dicapai dunia opthalmologi saat ini tak akan mungkin terjadi tanpa peran para dokter spesialis mata Muslim di era keemasan.
”Saya mengundang Anda kembali ke massa 1.000 tahun silam untuk menyaksikan fakta sejarah pencapaian para dokter Muslim di bidang opthalmologi,” papar Professor J Hirschberg, seorang ahli mata terkemuka berkebangsaan Jerman dalam tulisannya berjudul, ”Arab Opthalmologist”. Hirschberg begitu mengagumi pencapaian para dokter spesialis mata Muslim pada era Kekhalifahan.
Salah satu dokter spesialis mata yang terkenal adalah Al-Jurjani. Ia adalah dokter bedah mata yang terkenal dari Persia. Pada tahun 1088 M, ia menulis kitab yang berjudul Nur al-‘Ayun (Cahaya Mata). Kitab yang ditulis pada era kekuasaan Sultan Malikshah itu terdiri dari 10 bab. Tujuh bab di antaranya membahas 30 jenis operasi mata, termasuk tiga operasi katarak. Satu bab lainnya secara khusus membahas katarak, trahum, penyakit kornea serta masalah kelopak mata. Buku ini begitu lengkap.
Tak cuma itu, para dokter spesialis mata Muslim pun telah berperan besar dalam menemukan peralatan medis yang digunakan untuk melakukan operasi mata. Sungguh pencapaian yang prestisius.
Kecanggihan penemuan bidang kedokteran ini jelas menjadi pintu bagi kemudahan pengobatan umat Islam. Apalagi dengan kebijakan Khilafah yang menggratiskan pengobatan bagi masyarakat. Pemerintahan Islam menjadi surga pengobatan bagi orang sakit. Tidak seperti sekarang. Orang ’dilarang’ sakit karena biaya pengobatan dan rumah sakit begitu mahal; tak terjangkau oleh kebanyakan orang.
4. Surganya investasi dan industri.
Islam sangat mendorong ekonomi real. Islam menjamin setiap investasi bisnis yang ada sehingga tumbuh industri yang tentu akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Tercatat pada masa Kekhilafahan Turki Utsmani, investasi dalam sektor industri begitu besar. Hal ini tampak pada tumbuh suburnya industri tekstil (wol, linen, katun dan sutera). Tekstil adalah industri primadona saat itu.
Sentra produksi wol dan sutera Islam berada di Andalusia. ”Pada abad ke-12, industri tekstil berkembang sangat pesat di wilayah itu,” papar Dr. Du Ry. Di wilayah Andalusia, menurut catatan sejarahwan Arab, terdapat tak kurang dari 800 pabrik tenun. Tidak aneh jika era Kekhilafahan Islam kerap dijuluki sebagai ’peradaban tekstil.’ Bisa kita bayangkan, betapa besar investasi dan perputaran ekonomi berjalan pada masa itu saat dunia Barat belum mengenal cara membuat katun dan sutera.
Menegakkah Kembali Khilafah
Dalam kitab Al-Fiqh ’ala al-Mazhahib al-Arba’ah, karya Syaikh Abdurrahman al-Jaziri (V/362) disebutkan, Para imam (Abu Hanifah, Malik, Syafii, Ahmad)–rahimahumullah–telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu; tidak boleh tidak, kaum Muslim harus mempunyai seorang imam (khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama serta menyelamatkan orang-orang terzalimi dari orang-orang zalim…”
Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M), ketika menjelaskan Ahlus Sunnah dalam kitabnya, Al-Farqu bayna al-Firaq (hlm. 248-249), mengatakan, terdapat 15 (lima belas) masalah pokok agama (arkan ad-din) yang telah disepakati oleh Ahlus Sunnah. Masalah pokok agama yang nomor 12 (dua belas) adalah wajibnya Imamah atau Khilafah.
Pada kitab yang sama (hlm. 270), Imam Abdul Qahir al-Baghdadi juga menjelaskan, “Mereka (Ahlus Sunnah) berkata…Sesungguhnya Imamah (Khilafah) adalah fardhu atau wajib atas umat untuk mengangkat seorang imam (khalifah), yang akan mengangkat bagi mereka para hakim dan orang-orang kepercayaan (umara’) mereka…”
Bagaimana dengan kalangan non-Ahlus Sunnah? Mereka juga sama; sama-sama mewajibkan Khilafah. Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal (IV/78), menyatakan, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murjiah, semua Syiah dan semua Khawarij mengenai wajibnya Imamah (Khilafah) dan bahwa umat wajib menaati Imam yang adil, yang akan menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan mengatur mereka dengan hukum-hukum syariah yang dibawa Rasulullah saw…”
Wahai kaum Muslim:
Realitas sejarah jelas menunjukkan bagaimana keunggulan dan keagungan Khilafah pada masa lalu. Lebih dari itu, realitas syariah pun menunjukkan bahwa menegakkan Khilafah adalah wajib bagi kaum Muslim menurut para ulama, tentu berdasarkan ijtihad mereka saat menggali nash-nash syariah (al-Quran dan as-Sunnah).
Karena itulah, di tengah kebobrokan sistem Kapitalisme-sekular saat ini, menegakkan kembali Khilafah adalah urgen saat ini, baik secara rasional maupun syar’i. Khilafahlah satu-satunya institusi yang bisa menerapkan sistem Islam (hukum-hukum syariah) secara total dalam kehidupan, sebagai pekara yang telah Allah wajibkan atas kaum Muslim. Allah SWT berfirman:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS al-Maidah [5]: 48).
Allah SWT juga berfirman:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS al-Maidah [5]: 49).
Wallahu a’lam. []
No comments:
Post a Comment