Hubungan yang makin memburuk terjadi belakangan ini antara Rusia dan Inggris. Pada bulan Januari 2006, Rusia menuduh Inggris [1] bersekongkol dengan LSM-LSM Rusia dan melakukan tindakan mata-mata di Rusia. Walaupun Inggris menyangkal hal ini, oleh para pengamat hal tersebut ditafsirkan sebagai sebuah program Rusia untuk mengurangi pengaruh luar negeri di negara itu dan pengambilan sikap yang lebih tegas oleh pemerintah Rusia, tanpa memandang apakah hal ini benar atau tidak. Bulan September 2006, Rusia mulai menekan perusahaan minyak milik Inggris[2], Shell untuk hengkang dari urusan minyak dan gas di Siberia, suatu proyek yang bernilai $ 20 juta. Pembunuhan atas Alexander Litvenko dimulai dengan tindakan pemberian racun atas mantan mata-mata KGB itu[3] pada bulan November 2006. Hal ini dilihat sebagai suatu respon atas tekanan Rusia pada kepentingan minyak dan gas Inggris. Insidenpun digunakan oleh Inggris untuk meningkatkan tekanan internasional atas Rusia serta untuk mengatakan pada Rusia atas kekuatan politik Inggris di dunia. Dalam masalah ini, Rusia menolak mengambil tanggung jawab, dan secara terpisah negara itu merespon dengan perkembangan yang terjadi terakhir ini yakni dengan menyerang lagi kepentingan energi Inggris[4]. Ketika Alexander Litvinenko wafat, diracun, sementara Inggris meningkatkan tekanan media atas Rusia, pada bulan Desember 2006 Rusia berhasil memaksa Shell[5] untuk menyerahkan kontrol atas skema the Sakhalin-2 kepada Gazprom, sebuah perusahaan energi Rusia.
Karena tindakan penghinaan dan tuduhan terus dilancarkan antara kedua negara itu akibat kasus pembunuhan Litvenko, suatu pesaing lain ikut muncul. Pada bulan Januari 2007, Vladimir Putin menyatakan[6] penentangan secara terbuka atas rencana-rencana Amerika[7] untuk memasang sistim pertahanan penangkis rudal di Polandia dan Republik Ceko. Walaupun Russia telah melakukan hal ini di masa lalu, kepercayaan diri akan kekuasaan yang mulai pulih, ditunjukkan secara terbuka pada pertemuan puncak masalah keamanan di Munich pada bulan Februari 2007. Putin secara terbuka dan keras menyerang Amerika karena tindakan kolonialismenya di dunia. Ia menyatakan hal itu sebagai suatu ancaman, tidak hanya bagi Rusia tapi juga bagi keamanan global. Dengan melakukan tindakan seperti itu Rusia telah bangkit sebagai sebuah pemain di dunia. Hal itu dimulai dari perseteruannya dengan Amerika, dalam hal kemerdekaan Kosovo[8]. Saat itu Rusia membela Serbia karena keterikatan agama dan hubungan etnik. Dengan berusaha untuk merintangi kemerdekaan Kosovo, Rusia berusaha mempertahankan Serbia sambil mempertahankan pengaruhnya di wilayah itu. Ketika hubungan Rusia dengan Balkan diakui, maka menjadi jelas mengapa Amerika dan sekutunya, NATO, menyerang Serbia pada tahun 1999. Tiada lain untuk mematahkan cengkraman Rusia di wilayah itu dengan melemahkan sekutunya, dan bukannya untuk melindungi kaum Muslim di Kosovo sebagaimana yang diklaim mereka. Tindakan-tindakan semacam itu adalah bagian dari rencana yang berlanjut untuk menahan hingga menghancurkan Rusia berkeping-keping sehingga musuh Amerika itu lenyap selama-lamanya dan mengambil sumber daya yang sangat besar bagi dirinya sendiri.
Namun Rusia menggunakan berbagai cara untuk meraih kembali kekuasaanya. Pada bulan Mei 2007, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun Rusia menerbangkan[9] pesawat pembom jarak jauh hingga hampir masuk ke dalam wilayah udara Inggris. Hal ini merupakan sebuah tindakan yang biasa dalam Perang Dingin, ketika Rusia menguji sistem pertahanan lawan-lawannya. Menyusul kejadian ini, dalam dua bulan berikutnya Rusia mampu memaksa perusahaan minyak asal Inggris BP (British Petroleum) untuk menjual[10] saham mayoritasnya di ladang gas raksasa Kovykta kepada perusahaan milik nega Gazprom, sehingga dengan demikian bisa meningkatkan kontrolnya atas sumber-sumber daya alam miliknya sendiri. Juga di bulan Juni 2007, Rusia mengungkapkan tujuan asli dari sistem pertahanan rudal Amerika sambil menawarkan[11] Amerika untuk membangun dan merawat sistem pertahanan tersebut. Amerika tidak memberikan reaksi atas proposal kerja sama oleh Rusia itu, sambil berusaha menunjukkan bahwa sistem pertahanan rudal tersebut juga ditujukkan untuk kepentingan Rusia. Di bulan Juli 2007, Rusia[12] mengumumkan bahwa Negara itu akan mengakhiri keikutsertaanya di perjanjian persenjataan Eropa yang penting tersebut. Di awal Agustus terjadi pengusiran besar-besaran diplomat yang dilakukan baik oleh Rusia maupun Inggris. Hubungan kedua Negara itu pun terus memburuk[13].
Kesemua hal itu mengakibatkan perluasan kekuatan militer yang dilakukan oleh Rusia. Di bulan Agustus 2007, Rusia melakukan latihan perang[14] berskala besar dengan China dan Negara-negara Asia Tengah yang dilakukan di bawah Shanghai Cooperation Organisation (SCO). Latihan ini ditafsirkan sebagai peringatan yang dikirim baik oleh Rusia maupun China kepada Amerika dan sebagai unjuk kekuatan atas Amerika. Putin juga memerintahkan dimulainya lagi[15] patroli pesawat-pesawat pembom Rusia yang dipersenjatai oleh senjata nuklir, di seluruh dunia. Pesawat-pesawat pembom itu pada saat ini akan melanjutkan latihan terbangnya di Samudra Atlantik dan Pasifik. Pada saat Perang Dingin, pembom-pembom Rusia juga terbang di dekat pangkalan militer Amerika di Pulai Guam, Samudra Pasifik. Perkembangan yang terakhir adalah bahwa Rusia telah mengumumkan[16] peningkatan anggaran pertahanan yang bernilai $200 milyar untuk memodernisasikan kekuatan militernya.
Adalah hal yang jelas untuk melihat sekali lagi bahwa Rusia berada dalam konflik dengan Barat dari mulai masalah politik hingga ekonomi. Analisa dari kejadian-kejadian yang mutakhir, tampak jelas bahwa hal ini bukanlah front baru. Tapi ini adalah perjuangan yang lama dengan sebuah realitas yang baru, sementara tiap Negara mendikte tindakan-tindakannya itu dikarenakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi. Setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia menjadi lemah karena kehilangan sistem politik yang menjadi panduannya. Selama 16 tahun ke depan, Rusia berada dalam keadaan kacau balau hingga Vladimir Putin mampu mengembalikan stabilitas politik Rusia. Pertumbuhan kekuatasn dan pengaruh Rusia berkait langsung dengan kenyataan bahwa di bawah Putin, kekuasaan dan otoritas pemerintah pusat telah menjadi badan pembuat keputusan yang lebih tersentralisasi. Kemudian, pemerintahan lebih terkonsolidasi dengan terjadinya kenaikan harga minyak dan gas dunia, yang telah membantu menstabilkan ekonomi Rusia dan memberikan dana untuk melakukan modernisasi. Rusia mengetahui bahwa untuk bisa didengar di kancah perpolitikan dunia, maka negara itu harus memiliki kekuatan militer yang kuat. Karena itu negara tersebut kemudian memperkuat angkatan bersenjatanya.
Maka menjadi jelas dari penelahaan singkat atas realitas yang terjadi pada saat ini bahwa keberpihakkan di dunia telah terbagi. Sebagian mengikuti kepentingan mereka sendiri, dan menggunakan perangkat politik, pengaruh dan sumber daya alamnya untuk mencapi tujuan-tujuannya. Ketika Rusia mengusir perusahaan-perusahaan minyak Inggris, negara itu mengundang[17] perusahaan minyak asal Perancis, Total untuk bekerja sama. Rusia menggunakan sumber daya alamnya untuk memecah belah negara-negara Barat dan untuk mematahkan persatuan mereka.
Kemunculam kembali Rusia sebagai sebuah kekuatan dunia adalah berita yang baik bagi Khilafah yang akan segera berdiri. Walaupun Rusia adalah sebuah negara tiran, yang telah menumpahkan darah kaum muslim yang tidak berdosa di Chechnya dan tempat-tempat lainnya, kebangkitannya akan memecah cengkraman Amerika di dunia. Ditambah dengan kebangkitan China, dunia sedang bergerak menjauh dari situasi dimana Amerika berkuasa di banyak bagian dunia dan dimana kekuatan perlu adanya saling keseimbangan dan saling membatasi satu sama lain. Sebelumnya negara-negara di dunia dengan mudahnya diarahkan ke arah tertentu, pada saat ini negara-negara itu akan terpecah diantara kamp-kamp yang berbeda, dimana kepentingan mereka juga terpisah. Hal ini berarti tidak saja bahwa masa depan Daulah Khilafah akan berada pada posisi tawar yang lebih baik, untuk membentuk aliansi/traktat dan memainkan negara-negara itu tapi juga bahwa negara-negara akan terpecah perhatiannya dan sumber dayanya dari Daulah Khilafah dan juga menjauh satu sama lain.
Inilah kenyataan di dunia saat ini, dimana hanya kepentinganlah yang akan mendikte tindakan-tindakan dari Negara-negara. Tidak ada teman dan musuh yang abadi bagi sebuah negara. Adalah sebuah mitos bahwa masa depan Daulah Khilafah akan diserang oleh semua negara-negara di dunia segera setelah pendiriannya, karena Allah (swt) membiarkannya. Negara-negara di dunia akan dipaksa untuk mengakui Daulah sebagai sebuah Negara yang sah, bukan karena alasan lain selain bahwa Negara-negara Barat itu harus melanjutkan bisnis dan perdagangan mereka, dan juga untuk membuka kesempatan-kesempatan baru dalam Daulah Khilafah. Seperti halnya yang terjadi sekarang dimana Rusia sedang berusaha menonjolkan negaranya sendiri melalui sumber daya alam dan meningkatkan posisi politiknya di dunia walaupun Negara-negara di Dunia seperti Amerika membencinya. Jadi seperti itulah Daulah Khilafah akan melakukan hal manuver politik serupa untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Artikel ini pada awalnya diterbitkan pada bulan Oktober 2007 (ra)
No comments:
Post a Comment