Friday, October 31, 2008

Pengelolaan Energi dalam Sistem Khilafah bukan Atas Asas Sekularisme

Kebijakan energi negara Khilafah ditetapkan Khalifah berdasarkan hukum Allah SWT (syariah Islam) bukan berdasarkan akal atau asas sekularisme. Demikian ditegaskan oleh Hidayatullah Muttaqin, S.E., M.Si. dari DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan pada acara Dialog Rajab bertema “Pengelolaan Energi Pada Masa Khilafah: Mencermati Fenomena Krisis Listrik Di Kalimantan Selatan”. Acara ini digelar oleh DPD HTI Kalimantan Selatan, Rabu (28/07) yang bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 1429 H. Hadir dalam acara tersebut sebagai pembicara, Ir. Supiani, (Ketua DPD SP PT. PLN (Persero) Wil. Kalselteng, Banjarbaru), Syahrituah Siregar, SE, MA (pengamat ekonomi Kalimantan Selatan), dan Hidayatullah Muttaqin S.E, M.S.I (Ketua Lajnah Siyasiyah DPD I HTI Kalimantan Selatan).

Kekurangan Energi: Tak Berpihak Pada Rakyat

Pembicara pertama, Ir. Supiani menyatakan bahwa sebenarnya pemadaman listrik bergilir yang terjadi beberapa waktu lalu, tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada PLN. Karena di sini PLN hanya bertindak sebagai operator. Atas nama pemerintah, PLN bertindak dalam melaksanakan fungsi pelayanan umum di bidang kelistrikan, baik sosial maupun komersial. Akan tetapi menurut Supiani, karena sikap pemerintah yang mengeluarkan kebijakan tidak berpihak kepada rakyat, akhirnya PLN kekurangan energi primer (batu bara). Menurutnya, saat ini energi primer banyak dimiliki oleh pihak swasta dalam hal ini asing. Yang berimbas kepada pemadaman listrik bergilir akibat efek dari kekurangan energi.

Restrukturisasi PLN: Liberalisasi

Sedangkan pembicara kedua Syahrituah Siregar, menggambarkan kondisi PLN dan fakta energi di Kalimantan Selatan. Dalam presentasinya beliau menggambarkan tentang kondisi aktual kelistrikan di Kalimatan Selatan serta krisis energi yang di alami oleh provinsi tersebut. Menurutnya, sebagai efek dari krisis energi ini sudah pasti terjadi pemadaman bergilir.

Syahirituah Siregar juga menggambarkan tentang opini umum yang berkembang tentang swasatanisasi PLN dan take over oleh Pemerintah daerah. Menurut Syahirituah, kedua hal itu sejalan dengan road map restrukturisasi PLN yakni Liberalisasi. Beliau juga memaparkan beberapa solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk mengatasi krisis energi yang terjadi di Kalimantan Selatan.

Kebijakan Energi Negara Khilafah

Sementara itu Ketua Lajnah Siyasiyah DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan, Hidayatullah Muttaqin, menjelaskan bagaimana manajemen kebijakan energi negara Khilafah. Menurutnya, negara sebagai pelaku membentuk badan-badan di bawah Dewan Pemilikan Umum yang menjadi bagian dari Baitul Mal. Status badan tersebut adalah Badan Usaha Milik Umum bukan BUMN dengan status hukum perseroan terbatas.

Hidayatullah menjelaskan keuntungan-keuntungan jika Indonesia menggunakan kebijakan energi dengan sistem Negara Khilafah, diantaranya:

  1. Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya memiliki sumber daya energi yang sangat besar.
  2. Kaum muslimin menjadi pemilik sumber daya energi, sedangkan negara sebagai pengelola sehingga negara dapat menjamin pemenuhan kebutuhan energi bagi rakyat secara lebih baik dibandingkan negara yang menganut sistem kapitalis.
  3. Harga dan kuantitas kebutuhan energi lebih stabil dan tidak terlalu terpengaruh gejolak pasar energi dunia sebagaimana gejolak harga minyak mentah (crude oil) dunia saat ini.
  4. Saat harga komoditas energi melonjak di pasar dunia, maka penerimaan negara akan semakin bertambah besar dalam volume ekspor yang sama.

Hidayatullah mempertegas bahwa Khilafah merupakan sistem syar’i yang diwariskan Rasulullah SAW dan para sahabat yang dapat membebaskan kaum muslimin dari permasalahan ketidakstabilan pasokan energi serta harganya yang mahal. Khilafah pula yang akan mengambil alih pemilikan dan pengelolaan sumber daya energi dari korporasi dan negara asing. [humas DPD I HTI kalsel/li-hti]

No comments: